Minggu, 06 November 2016

Tendangan Tanpa Bayangan Ala Pak De Jokowi

Ada tiga pokok isi pidato Jokowi saat menyampaikan hasil evaluasi aksi demo besar besaran 4 11.

Pertama, apresiasi Presiden pada kebebasan demokrasi.

Kedua, apresiasi Presiden pada ulama, habaib, ustadz yang menjaga aksi demo bisa sejuk dan damai.

Ketiga, Presiden menyayangkan demo yang tertib itu berakhir rusuh selepas bada Isya.

Presiden Jokowi menyebut ada aktor aktor politik yang menunggangi aksi demo tersebut.

Ketua DPP Demokrat Didi Irawadi Syamsudin langsung kebakaran jenggot begitu mendengar pernyataan Presiden Jokowi. Didi meminta agar Jokowi tidak asal menuduh tanpa ada kejelasan siapa sebenarnya aktor politik yang dimaksud.

Panglima TNI Gatot Nurmantyo kemarin mengatakan bahwa pernyataan Presiden Jokowi tidaklah sembarangan. Pernyataan Jokowi menurutnya berdasarkan laporan intelijen yang valid dan akurat. Juga berdasarkan laporan dari kepolisian negara. Bukan asal tuduh dan njeplak.

Menarik menyimak peristiwa politik nasional pasca Aksi Demo Jilid 1. Menegangkan sekali. Ini bukan permainan level pilkada lagi, namun sudah masuk permainan para grand master.

Ibarat grand master Gary Kasvarov vs Anatoly Karvov bertanding memperebutkan gelar tertinggi grand master catur. Siapa yang jago menyerang dan bertahan akan unggul.

Pertandingan catur dua grand master Pak De dan si Penunggang Aktor Politik ini bukanlah pertarungan terbuka. Mereka bahkan tidak tampak sedang bertanding hadap hadapan layaknya Kasvarov vs Karvop. Ibarat perang, keduanya berperang jarak jauh dan menghindar bertemu muka ketemu muka.

Sialnya kita penonton yang berdiri diluar, malah tahu dan yakin bahwa kedua grand master ini sedang bertarung. Bertarung habis habisan. Tidak ada lagi gencatan senjata. Bendera perang sudah dikibarkan. Ini sudah saya ulas pada tanggal 3 November lalu https://seword.com/politik/adu-strategi-pak-mantan-vs-pak-de-strategi-desa-mengepung-kota-vs-strategi-ketenangan-menanti-kebisingan/

Posisi langkah catur terakhir adalah pihak si Penunggang Aktor Politik yang menyerang masuk pertahanan Pak De. Saat musuh mendekati Istana, tanpa diduga mereka, tiba tiba Pak De menukar posisi. Pak De pindah posisi dengan memajukan Mesa dan para menterinya untuk menyambut serangan lawan.

Ujungnya lawan kebingungan saat mau menyerang. Mereka terkecoh karena sebelumnya mendengar kabar Pak De akan menunggu mereka di Istana. Buyarlah serangan mereka. Target serangan pindah koordinat. Sementara titik koordinat serangan tidak mungkin dipindahkan ke titik lain.

Lawan tidak menyangka Pak De cepat mengubah strategi dengan mengubah langkah pindah posisi. Pak De berpindah dan diapit dua benteng dan dua kuda. Tinggallah bidak lawan berhadapan dengan bidak. Bidak ketemu bidak. Anak buah bertemu anak buah. Mantap bukan?

Sementara Si Aktor Politik memantau dari Istananya, jauh dari luar Ibukota. Bagaimana dengan Pak De? Apakah cemas? Apakah takut? Apakah Pak De ngacir? Alih alih terlihat cemas atau takut, yang tampak malah wajah Pak De yang tenang tenang saja. Ia memantau dari luar Istana Negara sambil bekerja melihat progress pembangunan jalan Soekarno Hatta. Asemmm. Hehehe

Pak De yakin pembantunya sudah mengerti apa yang harus dilakukan saat menghadapi bidak lawan yang bernafsu menjungkalkannya.

Di Istana Negara, terjadilah tawar menawar. Hasilnya adalah jalan tengah. Pak De memerintahkan anak buahnya memproses laporan penistaan agama dalam tempo dua minggu. Gelar perkara harus transparan, akuntabel dan profesional. Bila perlu digelar terbuka dan diliput media TV.

Hasil kesepakatan tawar menawar proses hukum Ahok dalam duadalam minggu ini tentu tidak sesuai skenario si aktor politik itu. Itu tidak sebanding dengan nilai kapitalisasi ratusan ribu orang yang diturunkan.

Kesepakatan itu jauh dari harapan si grand master aktor politik si penunggang itu. Untuk apa menyerang dengan kekuatan ratusan ribu orang jika hasil akhirnya cuma seperti itu? Untuk apa? Untuk apa? Pucing pala berbie. Hehehe

Sampai disini, serangan lawan terkunci. Lawan Pak De tidak bisa berkelit lagi. Tidak bisa manuver lagi. Ibarat musuh masuk perangkap, semua tuntutannya dipenuhi. Gak mungkin ngeyel lagi bukan?

Ya uwiss ..mau tidak mau harus diterima. Kalo tidak… ya makin ketahuanlah belangnya. Sampeyan demo mau tegakkan hukum apa mau kudeta sih? Mau nuntut hukum atau kuasai gedung MPR DPR sih? Yekann

Nahh…Sekarang giliran Pak De melangkah. Langkahnya pasti brilyan. Kalo lawannya terkenal dengan prinsip zero enemy, Pak De terkenal dengan prinsip “ELO JUAL ANE BELI. SEKARUNG ? SEKONTAINER? SEKAPAL TANKER? GUE BORONG DAHHH !!! Gua Bikin rame sekalian !!

Kita masih ingat kata kata Pak De saat debat capres 2014 lalu saat ditanya kedaulatan NKRI di Laut China Selatan. Pak De bilang “Apapun demi kedaulatan, kita tidak bisa main main. Tidak bisa sejengkalpun kita mundur. Bila perlu kita bikin rame sekalian”, kata Pak De meyakinkan.

Empat bulan lalu, omongan Pak De dibuktikannya. Di atas gladak Kapal Perang KRI Imam Bonjol Laut Natuna, Pak De memimpin rapat terbatas menyikapi manuver Republik Rakyat Tiongkok atas klaim dash nine line lautnya.

Pesan Pak De jelas dan terang benderang. “Heii Kamerad Ziang Zemin. Dengar ya, gue kagak takut Bro Ziang Zemin. Jangan coba coba masuk laut Indonesia. Elo bakal menyesal bro “, begitu kira kira pesan Pak De dengan jaket kerennya. Gila Pak De bro… Ngeri kan broo. Hehehe

Bicara nyali, sebenarnya semua orang sudah tahu segede apa nyali Pak De. Soal nyali lelaki kurus yang sering diejek planga plongo ini gak perlu diragukan lagi.

Kalo Pak De sudah buat keputusan, gak peduli apakah Barrack Obama, Sekjen PBB Ban Ki Moon, Perdana Menteri Inggris David Cameron, PM Perancis Hollande, PM Australia Tony Abbot dlsb itu gak akan bisa mengubah keputusan yang sudah dibuatnya.

Terbukti saat puluhan terpidana mati narkoba asal luar negeri tewas dihukum mati tanpa ampun. Padahal pemimpin negara terpidana mati itu sudah mohon mohon pengampunan.

Pak De dengan wajah keras malah berkata “Coba kamu juga pikirkan berapa juta anak anak muda Indonesia kehilangan masa depannya. Ada 60an anak bangsa mati setiap hari. Belum lagi yang sakaw dan jadi zombie. Coba tanya kenapa?”.

Orang menyebut Pak De dengan istilah koppig. Istilah Bahasa Belanda yang berarti keras kepala. Teguh. Bak batu karang.

Sayang sekali sepertinya aktor aktor politik, grand master yang menunggangi aksi demo 4 11 kurang membaca karakter lawannya. Padahal dalam ilmu perang diajarkan mengenali karakter lawan itu wajib.

Penunggang demo kemarin anggap enteng karena percaya strategi Desa Mengepung Kota itu sudah langkah sempurna untuk skak mat Pak De.

Si penunggang aktor politik itu lupa hal elementer lainnya bahwa strategi Desa Mengepung Kota itu bisa berhasil kalau masyarakat desa itu semuanya mendukung.

Sementara sebelum pentolan pentolan desa itu dikuasai, Pak De dengan cerdik telah memutus jembatan si aktor politik dengan pentolan pentolan desa itu. NU, Muhamadiyah dan MUI sudah berhasil dipeluk kembali oleh Pak De.

Walhasil, misi Desa Mengepung Kota gagal maning gagal maning. Gagalnya misi Aksi Demo 4 11 ini bakal menjadi bumerang bagi si penunggang gelap.

Kini giliran Pak De melangkah. Langkah Pak De tentu bukan mengikuti strategi Desa Mengepung Kota, melainkan pake strategi konstitusional bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Jualan Pak Mantan agar Ahok diproses hukum karena semua orang sama dalam hukum diterima oleh Pak De. Ahok harus diproses hukum. Tidak boleh kebal hukum.

Pak De menterjemahkan seruan Pak Mantan itu agar selaku Presiden, Presiden Jokowi harus menuntut siapapun yang terindikasi korupsi atas mangkraknya 34 proyek pembangkit listrik.

Proyek mangkrak yang telah habisin duit trilyunan rupiah. Kemudian omongan Nazaruddin tentang keterlibatan Ibas dalam skandal korupsi juga harus diusut sesuai hukum. Pokoknya hukum harus ditegakkan.

Pertarungan dua grand master ini bisa dipastikan akan berjalan maraton. Panjang. Mungkin melebihi episode sidang Jessica.

Tapi yang pasti kali ini Pak De akan mengeluarkan jurus pamungkasnya. Jurus tendangan tanpa bayangan. Kita akan lihat tiba tiba saja lawannya akan terjengkang tak berkutik. Meskipun tendangan itu hanya berupa bayangan saja.

Ahhh..Pak De…jadi ngeri ngeri sedap nih Soetan Bathugana jadinya… Ngeri ngeri sedap bakal menyambut kawan lamanya….

Ahhh… Jenius banget sih Pak De.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar