Rabu, 23 November 2016

Mengerucutkan Arus Massa Islam

Mengerucutkan Arus Massa Islam
-dari aneka tangkisan Kapolri sampai Penahanan Bun Yani

Andi Hakim

Yang membuat kita heran sampai hari ini adalah pemerintah Djokowi masih percaya bahwa penggunaan rekomendasi mitigasi konflik ala mitigasi bencana adalah yang paling tepat untuk membendung arus banjir protes umat Islam atas tuduhan penistaan agama Ahok. Bahwa seolah-olah aksi unjuk rasa damai umat Islam  yang merupakan bagian dari demokrasi yang sehat dianggap bencana.

Pernah kita bahas sebelumnya jika mitigasi, adalah pendekatan manajemen resiko yang intinya memonitoring dan mengatasi resiko yang berpotensi menjadi bencana. Lewat asumsi ini pemerintah melihat arus massa Islam dengan kaca mata kecurigaan dan berpeluang menggulingkan kekuasaan. Sehingga respon melalui pendekatan mitigasi ala bencana banjir ini dianggap yang paling tepat.

Beberapa pendekatan mitigasi tadi perlu kita ulang dengan beberapa tambahan.

1. Pendekatan "blame it on the rain".
Cara yang paling mudah menuduh aksi umat Islam tentu dengan cara menyalahkan hujan. Tepat setelah menganggap aksi damai umat islam 4/11 tidak lebih penting daripada mengawasi proyek kereta api di Bandara, Djokowi tiba-tiba mengadakan rapat darurat dan muncul dengan jaket penerbang. Ia menyebut jika aksi umat islam diotaki aktor intelektual.  Istilah aktor intelektual inilah yang kita sebut dengan teknik menyalahkan hujan. Mereka tetap akan menjadi anonimous atau tidak akan pernah dibuktikan. MIrip dengan menyalahkan hujan sebagai penyebab banjir.

2. Teori kill chicken scary monkeys.

Setelahnya dengan mudah dan dengan cara-cara di luar kewajaran polisi melakukan operasi pencidukan baik paksa maupun soft. Pencidukan paksa dilakukan misalnya pada 5 aktivis HMI dan pencidukan soft dilakukan dengan mengundang Bun Yani, orang yang disebut penyebar video Ahok di pulau seribu sebagai saksi.

Lewat penangkapan ini sebenarnya ada dua tujuan mitigasi yang dilakukan. Pertama membenarkan jika ada ada aktor intelektual di balik Aksi 4/11 yaitu para mahasiswa, anggota HMI. Kedua dengan penangkapan Bun Yani mesti ada proses lain yang akan dihubung-hubungkan dan dikaitkan dengan serangan misalnya ke tim Anies-Uno.  Teknik menciduk mahasiswa dan bun Yani yang katanya memanfaatkan sosial media adalah cara-cara menggertak monyet dengan membunuh ayam.

3. Melakukan kanalisasi.
Pemerintah menciptakan kanalisasi guna memecah arus besar aksi umat islam lewat kategori-kategorisasi. Tujuan kanalisasi adalah memperlemah arus dan mengosongi kantong massa.

Misalnya jika kita perhatikan sebelum dan setelah aksi 4/11 Djokowi melakukan pendekatan kepada the so called kelompok-kelompok massa besar Islam yang telah dikanalisasi dengan predikat islam moderat. Sementara peserta aksi digolongkan kepada Islam garis keras, Islam Wahabi, Islam anti kebhinekaan, islam politik, dan islam yang ditunggangi.

Kanalisiasi tadi melalui dua arus besar yaitu Islam moderat dalam hal ini kelompok NU, MUhammadiyah dan ditambah massa islam nanggung beriman yang ribut di med-sos tapi jarang ke masjid versus islam yang sakit hati dan senang turun ke jalan. 

Bila kita perhatikan ada perbedaan mitigasi antara sessi pra aksi dan pasca aksi. Di pra misalnya Djokowi  masih menganggap NU, Muhammadiyah yang harus datang ke Istana, maka pada sessi pasca aksi 4/11, ia yang berblusuk-blusukan ke kantor-kantor dan menghadiri kegiatan NU, MUhammadiyah lengkap dengan perangkat keislaman, seperti kopiah dan asalamualaikum.

4. Pameran Antisipasi
Setelah ketiga tahap tadi, maka langkah mitigasi lanjutannya adalah aneka blusukan internal dengan mendatangi tentara, mengundang elit politik, yang tujuannya adalah pameran antisipasi. Ia meskipun caranya keliru ingin menunjukkan bahwa semua angkatan dan partai-partai ada di belakangnya untuk terus menjaga keutuhan NKRI dari ancaman politik Islam. Semacam diplomasi show of force, bahwa saiya jangan coba-coba dijatuhkan lewat isu penistaan agama oleh Ahok.

Yang dikerjakannya mirip kantor BNPB pameran alat-alat penanggulangan banjir seperti mesin kompa banjir, perahu karet, ban penyelamat, tenda darurat dan dapur umum. Bahwa kami siap siaga menyambut banjir berikutnya dan siap mengantisipasi.

4. Stealing time. Mencuri waktu
Pendekatan mitigasi selanjutnya adalah stealing time. Sebenarnya cara inilah yang sekarang paling sering digunakan untuk melemahkan tuntutan umat islam agar Ahok ditahan karena penistaan agama.

Lewat proses buang-buang waktu, pemerintah berpikir akan mengurangi energi banjir solidaritas umat Islam atas penistaan agama. Aneka isu mulai dari makar sampai penarikan uang besar-besaran di semua ATM adalah paket-paket isu untuk mencuri waktu. Mengulurnya dengan tujuan agar kasus penistaan Ahok ini punah dan berlanjut mulus dengan langkah-langkah politiknya.

Termasuk penetapan Ahok sebagai tersangka tanpa penahanan namun Kepala Polisi Nagari dengan cara-cara diluar kebiasaan menciduk terduga mahasiswa dan netizern bun Yani sebagai tukang bikin ricuh. Munculnya kegancilan ini memang sengaja diciptakan untuk membangun wacana rasa keadilan yang nantinya akan menghabiskan waktu juga bila dibahas.


KESIMPULAN

Jika kita lihat perkembangan selanjutnya maka yang terjadi di luar perkiraan akan terjadi. 

1. Bahwa tersangka Ahok yang bebas tanpa penahanan dengan mudah akan merusak rasa keadilan umat Islam dan juga tentu masyarakat kita. Bagaimana mungkin mahasiswa Hmi dan Bun Yani serta para tersangka penistaan agama lainnya ditahan, Ahok begitu bebasnya. Sedemikian bebas sehingga ia dibiarkan saja memberikan satu interview dengan media asing dan menuduh para peserta Aksi Damai Umat Islam 4/11 dibayar 500 ribu per orang.

2. Bahwa pemerintah melakukan ancaman-ancaman via isu subversif/ makar adalah cara-cara orde baru yang bukan hanya ketinggalan zaman tetapi mensumirkan definisi kata "makar" sebagai tindakan fisik tidak menyenangkan itu sendiri.

Melalui aparatur-aparatur kekuasaannya pemerintah menciptakan teror makar termasuk pelarangan penayangan ILC karena dianggap mengganggu kebhineka tunggal ikaan dan menyebarkan kebencian SARA. Sementara tuduhan-tuduhan Ahok bahwa peserta aksi 4 November lalu yang dihadiri ratusan ribu umat islam di Jakarta saja telah menerima bayarang 500 ribu tidak dianggap sebagai sebuah ujaran kebencian.

Yang lebih parahnya lagi bahwa alasan kebijakan anti subversif ini disebutnya dengan sangat tidak profesional dipertimbangkan karena info itu didapatnya dari google.

Selanjutnya ia menggunakan cara-cara norak menyebarkan surat edaran lewat helikopter yang bukan hanya menganggap media sharing seperti applikasi twitter, facebook, atau instagram sebagai tidak berfaedah tetapi menghabiskan biaya besar.

Lewat tudingan seperti ini Kepala kepolisian Nagari Toto, sedang mengancam arus banjir solidaritas umat islam dengan siraman air.

3. Pada kenyataannya, apa yang dilakukan dengan teknik mitigasi ini adalah sekali lagi hanyalah stealing time. Pemerintah membelah arus umat islam dengan sasaran-sasaran banjir yang berbeda-beda untuk sekali lagi mengurangi energi.

Hanya sayangnya penanganan kasus penistaan agama oleh Ahok ini hanya mengerucutkan arus soldiaritas umat islam semakin kuat saja. Bahwa bukan hanya penistaan agama telah dilakukan namun pemerintah terkesan telah melakukan penistaan terhadap rasa keadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar