Senin, 14 November 2016

Mitigasi Konflik Anti Aksi Islam ala Djokowi

Mitigasi Konflik Anti Aksi Islam ala Djokowi

Tindakan menghindari rakyat peserta aksi damai umat Islam 4/11 dan memilih menjadi mandoor di proyek kereta bandara adalah bagian dari apa yang kita sebut dengan mitigasi konflik ala Djokowie.

Mitigasi sendiri adalah bagian dari manajemen resiko (risk-management) yang bertujuan untuk menghindari, mengurangi dampak-dampak buruk dari terjadinya bencana dalam bisnis. Selanjutnya mitigas menjadi kata generik yang digunakan sesuai keperluan lainnya seperti mitigasi bencana, konflik, dan sekarang lingkungan serta perubahan iklim.

Meskipun agak heran dengan terlalu lugunya para penasehat presiden memberikan rekomendasi mitigasi namun ada baiknya ini menjadi perhatian dan pengetahuan bagi kita semua.

0/01.
Pertama pemerintah awalnya tidak menduga jika arus massa aksi umat islam sedemikian besarnya (2 juta massa aksi seluruh Indonesia). Pilihan untuk menganggap enteng aksi dengan meninggalkan Jakarta dan memilih menjadi mandoor adalah kesalahan pertama teknik mitigasi ala Djokowi.

Setelah aksi berakhir dengan kericuhan maka kita ketahui pilihan ini kemudian berbalik cepat menyerang Djokowie sendiri. Ia yang awalnya terlihat masa bodoh dengan aksi tiba-tiba dengan jaket penerbang hadir di istana melakukan rapat tertutup dengan beberapa menteri koordinator. Seolah-olah telah terjadi satu tindakan SOB -Staat van Oorlog en Beleg- yang membutuhkan tindakan serius ia menerangkan jika aksi massa telah ditunggangi aktor intelektual.

Teknik ini dalam mitigasi konflik disebut dengan teknik menyalahkan hujan "Blame it on the rain".  Melimpah ruahnya peserta konflik diibaratkan dengan banjir bandang yang melanda ibukota. Banjir umat islam dalam aksi 4/11 dimodelkan dengan bencana banjir.

Apa yang perlu dilakukan adalah pertama-tama menyalahkan orang-orang yang dituding sebagai aktor dari aksi. Seperti kita faham sampai kapan pun aktor ini tetap akan menjadi anonymous, hilang seperti hujan.

0/02
Kekeliruan kedua dari teknik mitigasi ala Djokowi adalah melakuakn tindakan kontra-hukum. Tidak lama setelah tudingan adanya aktor intelektual maka terjadi pencidukan di jalan dan tempat umum lainnya atas aktivis-aktivis Hmi dengan cara-cara ala PKI dilakukan pihak kepolisian.

Secara bersamaan di media massa dan media sosial berkembang berita bahwa terjadi pertikaian antara massa Hmi dengan massa FPI. Lima pengurus dan kader Hmi ditahan di diskrium polda metro jaya dengan tuduhan melanggar UU demo, menghasut, dan melakukan perlawanan terhadap aparatur kepolisian.

Teknik ini kita sebut dengan "kill chicken scary monkeys", menciptakan internal konflik dari peserta aksi kemarin dengan menangkap satu kelompok untuk mengancam kelompok lainnya. Sekaligus menciptakan garis konflik imajiner antara peserta aksi baik-baik dan peserta aksi yang jahat. Harapannya adalah Hmi menjadi pihak yang dipersalahkan. Sayangnya hal ini berlaku kebalikannya, massa aksi umat Islam tetap percaya bahwa penangkapan tadi adalah bagian dari politik menakut-nakuti dan pecah belah.

0/03
Selanjutnya teknik mitigasi untuk mengatasi banjir umat islam peserta aksi tadi adalah dengan menciptakan kanalisasi kepentingan. Mirip dengan apa yang dilakukan Arsitek banjir Belanda Herman Hendrick van Breen dengan memecah arus Sungai Ciliwung dengan membuat kanal Banjir Kanal Barat (vloodkanal) Manggarai dan Tarum Barat dengan tujuan mengurangi besaran volume air.

Teknik ini dilakukan dengan beberapa pendekatan mitigasi bencana.
antara lain:
a. Kanalisasi islam aliran dengan menciptakan kembali benang imajiner bahwa peserta aksi adalah kelompok Islam garis keras. Sementara islam NU dan Muhammadiyah dipisahkan ke kanal sebagai Islam moderat.

b. Membelah interpretasi agama, bahwa surat al maidah yang diucapkan ahok dari persoalan Subjek Ahok telah menggunakannya dalam sosialisasi menjadi persoalan konten dan tafsir ayat. Di sini kanal-kanal tafsir dilakukan dengan memisahkan antara ulama pro dan ulama kontra. Akibatnya massa terbenturkan kepada persoalan mana yang benar-benar ulama dan ulama benar-benar.

c. Melakukan silaturahmi darurat kepada aparatur-aparatur kekuasaan dengan tujuan menunjukkan jika ia tetap didukung kekuasaan sekaligus sebagai warning kepada lawan politik untuk tidak coba-coba.

d. Melakukan teknis anti migitasi, yaitu mengundang orang-orang dari luar negeri untuk membela-bela argumennya. Seperti mengundang ulama dari Mesir dan luar negeri lainnya. Teknik ini bukan hanya tidak menghargai keberadaan ulama namun sekaligus kontradiksi dengan semangat memperkenalkan islam indonesia yang menusantara.

e. Seluruh pendekatan tadi adalah bagian dari strategi stealingtime, mitigasi curi waktu untuk memperlambat proses menyelamatkan Ahok.

Penutup
Tindakan-tindakan mitigasi konflik ala Djokowie ini dapat dikita prediksikan akan gagal dengan semestinya. Mengingat bila kita merujuk kepada pendapat pengamat kebijakan publik yang belum terkenal Bpk Andi Hakim yaitu saiya sendiri, hanya ada dua pilihan dalam menghadapi arus besar aksi umat islam.

"mengalir mengikuti air, atau menahannya dengan susah payah tanpa hasil."

Andi Hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar