Jumat, 11 November 2016

PAK JOKOWI; MAHARDHIKALAH !

Sepucuk surat buat Presiden RI
Ir. H. JOKO WIDODO 

Dari saya Pak, salah satu rakyat anda
dr. FIKRI SUADU, M.Si

"PAK JOKOWI; MAHARDHIKALAH !"

Sebagai orang Jawa Pak Jokowi tentu mengerti kata “merdiko”, bahasa Jawa yang diserap dari bahasa Kawi (Sansekerta) “mahardhika” yang artinya sangat bijaksana, sangat kuat, dan sangat kaya. Kata ini merupakan gambaran tentang manusia paripurna, yang merdeka dan terbebas dari kebodohan, bebas dari kelemahan, dan bebas dari kemiskinan.

Menjadi manusia yang merdeka berarti harus terbebas dari kebodohan, kelemahan, dan kemiskinan, serta memiliki kekuasaan untuk menentukan masa depannya sendiri. Konotasi ini jika ditarik ke makna yang lebih tinggi dalam konteks negara, akan memberikan gambaran tentang hadirnya negara merdeka yang dikelola secara bijaksana sehingga mampu memanfaatkan potensi sumber daya alam dan menggerakan seluruh potensi sumber daya manusianya menuju kemerdekaan sejati.

Karena itu negara harus memiliki kekuasaan, ketangguhan, kemandirian, dalam menguasai dan menentukan masa depannya bangsanya. Negara tidak boleh tergantung, apalagi takluk pada kekuatan yang berasal dari bangsa lain.

Pak Jokowi,
Apakah bapak pernah bertanya pada diri kita sendiri, dari manakah kemerdekaan itu berasal? Selama ini kita terjebak dogma pemikiran bahwa kemerdekaan itu sesuatu yang berasal dari luar diri manusia, adanya dalam ranah publik, yang tatarannya adalah urusan negara. Selama kedaulatan negara terjaga, berbagai bentuk pelecehan dan pelanggaran atas hak-hak individu atau kelompok tertentu dalam negara, adalah hal biasa yang bisa di tolerir. Kemerdekaan negara di bai’at menjadi keutamaan yang nilainya lebih sakral dan suci dari pada kemerdekaan individu. Cara pandang inilah Pak yang telah melanggengkan tirani kekuasaan negara atas rakyatnya, melahirkan seorang Presiden yang lebih cinta Jabatannya melebihi rasa keadilan rakyat yang dipimpinnya.

Kini saatnya pemikiran dogmatik atas hakikat kemerdekaan itu harus kita koreksi bersama. Harus kita posisikan pada esensi kemerdekaan yang sejatinya sesuai fitrah manusia. Sudah bukan zamannya kita berpikir bahwa kemerdekaan itu berada dalam gengaman kekuasaan negara.

Era hari ini adalah era dimana kemajuan ilmu pengetahuan telah memberikan banyak sumbangsih berharga yang pada dimensi tertentu memiliki pengaruh besar dalam merubah arah pembangunan suatu negara. Berbagai penemuan yang menyatakan bahwa kehendak bebas individu yang merupakan esensi dari kemerdekaan manusia pada hakikatnya terletak pada otak manusia, pada bagian yang disebut neocortex pada korteks prefrontral otak depan manusia. Bagian otak  inilah yang bertanggung jawab atas berbagai kemenangan besar sejarah peradaban bangsa-bangsa dalam memerdekakan diri dari gengaman penjajah. Temuan-temuan inilah yang mendorong Amerika Serikat pada tahun 1990-an mendeklarasikan dekade otak, yang dikenal dengan istilah "brain decade". Buah dari kebijakan tersebut adalah semakin terjaminnya hak-hak individu dalam masyarakat Amerika yang majemuk. Indikatornya bisa dilihat dari semakin berkurangnya tingkat resistansi masyarakat terhadap negara.

Lihat Pak, Belum sehari terpilih sebagai Presiden Amerika, Masyarakat Amerika telah berbondong-bondong turun ke jalan menyuarakan penolakan mereka atas terpilihnya Trump sebagai Presiden. Dan itu terjadi di negara yang mengklaim memiliki kematangan demokrasi paling hebat di muka bumi ini. Seolah tak terima dan puas dengan hasil yang lahir dari proses demokrasi itu sendiri.

Berkaca dari hal itu, harusnya Bapak bangga menjadi Presiden Indonesia. Bahkan bahkan bisa ngomong ke Amerika; Belajarlah berdemokrasi di Indonesia !!!
Mengapa tidak, ditengah panasnya cuaca demokrasi pada Pemilihan Presiden 2014 silam, tak ada satupun rakyak bapak yang turun ke jalan membentangkan spanduk dan melakukan unjuk rasa penolakan kepada Bapak yang terpilih sebagai Presiden RI ke tujuh.

Pak Jokowi,
Untuk Bapak ketahui bahwa prasyarat hadirnya bangsa yang merdeka adalah terbebas dari berbagai belenggu yang mencederai hakikat kemerdekaan itu sendiri. Termasuk terbebas dari campur tangan dan intervensi pihak atau bangsa lain.

Ingatkah Bapak Pada gagasan besar Bung Karno yang mengistilahkan kemerdekaan itu ibarat sebuah jembatan emas, merdeka adalah keberanian untuk melepaskan diri dari penjajahan yang hadir dalam segala bentuk, yang tujuannya adalah memerdekakan rakyat itu sendiri. Tan Malaka merangkum dalam satu ungkapan “merdeka 100 persen”.

Sadarkah Bapak bahwa untuk secara total menghadirkan sebuah bangsa yang merdeka, tentu harus dimulai dari hadirnya pemerintahan yang merdeka. Mustahil kemerdekaan sebuah bangsa bisa mewujud dalam pemerintahan yang terjajah. Dan puncak dari pemerintahan yang merdeka tentu saja ada pada diri kepala negara, pada diri Bapak sendiri.

Presiden harus memiliki kesadaran yang utuh dan menjiwai hakikat kemerdekaan sebuah bangsa, serta memahami bahwa sejatinya kemerdekaan sebuah bangsa terletak pada kemerdekaan masing-masing individu di dalamnya. Presiden harus menjamin terealisasinya kemerdekaan masing-masing individu dalam masyarakat yang dipimpinnya.

Negara tak bisa lagi membungkam kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat yang melekat pada masing-masing individu. Negara tak boleh kehilangan akal sehat dengan bersikap reaktif membubarkan paksa aksi-aksi protes dan unjuk rasa yang dilakukan rakyatnya.

Pemerintah tak boleh menggunakan insting hingga bersikap tidak rasional dengan membungkam setiap suara kritis yang melintas di telinga kekuasaan. Masyarakat harus bebas berekspresi, bebas menyatakan pendapat, dan negara hadir menjamin semua kemerdekaan itu melalui sistem penegakan hukum yang adil.

Dalam konteks ini, kemerdekaan negara berada dalam kedudukan yang setara dengan kemerdekaan individunya. Dalam iklim demokrasi yang seperti ini, demonstrasi besar-besaran yang bertujuan menggulingkan rezim kekuasaan pada suatu negara, mustahil bisa terjadi, dan Bapak tak perlu bersikap layaknya Pemimpin yang lagi kebingungan mencari jalan keluar terbaik untuk mengamankan tahta kekuasaan Bapak.

Belajar dari sejarah Pak Jokowi,
Apakah Bapak ingat revolusi Perancis yang berlangsung pada abad ke-18? Setelah kekuasan Feodalisme berhasil diruntuhkan, kaum borjuis berhasil memegang kendali dan berada di lingkaran inti kekuasaan. Rakyat berhasil lepas dari jeratan ekspolitasi yang menindas oleh kaum bangsawan kerajaan, tapi setelah itu rakyat kembali ditindas oleh kelompok borjuis. Ibarat lepas dari mulut harimau dan masuk ke mulut buaya.

Apakah Bapak sadar bahwa hal itu sedang berlangsung di Republik tercinta ini? Republik yang di dalamnya terdapat para marhaen-marhaen yang jumlahnya terus bertambah akibat ketimpangan sosial yang semakin menganga?

Oleh karena itu, merdekakan diri anda Pak Presiden, agar anda bisa menghadirkan negara yang “merdiko”.

Presiden selaku kepala negara haruslah “mahardhika”, haruslah memiliki kesadaran tentang hakikat kemerdekaan itu sendiri. Kesadaran kemerdekaan yang menuntut adanya tanggung jawab, sikap manusiawi, dan kepedulian terhadap rasa keadilan rakyatnya yang melebihi kepedulian atas diri, keluarga, dan kelompoknya sendiri. Tanpa itu, mustahil seorang Presiden, termasuk Anda sanggup menghadirkan negara dan rakyat yang “merdiko”.

Mahardhikalah dan bersikap adil lah Pak Presiden !!!
Agar kekuasaan negara tidak menjadi liar dan tak terkontrol, yang ujungnya gaduh, rusuh, dan kacau. Dalam kondisi seperti itu, negara dan rakyat sama-sama kehilangan kemerdekaannya.

Sekali lagi Presiden,
Mari kita melakukan introspeksi bersama. Pahami apa kebutuhan mendasar bangsa ini. Untuk apa sejatinya kemerdekaan ini kita isi. Belajarlah kembali pada ajaran-ajaran Soekarno yang intinya sangat mewanti-wanti agar negara senatiasa berpihak pada rakyat kecil.

Jika rakyat kecil hanya selalu dijadikan embel-embel bangsa, maka negara tak ubahnya seperti para kolonialis atau imperialis. Merdeka tapi sejatinya terjajah. Merdeka tapi sejatinya kemerdekaan tetap berpihak pada kaum borjuis dan para pemilik modal. Yang kecil dan lemah lambat laun terpinggirkan, sementara yang kuat dan kaya semakin menamcapkan dominasinya.

Pada kondisi yang seperti itu, letupan-letupan perlawanan tak bisa lagi anda hindari Pak !!!

(Tulisan ini saya sampaikan di hari Jumat Pak, hari mulia yang telah memerdekakan banyak martir pejuang yang secara gagah berani tanpa sedikitpun rasa takut berada di garis terdepan perlawanan atas kekuasaan tiran yang sewenang-wenang; demi kebenaran, demi keadilan)

(fs)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar