Minggu, 27 November 2016

LANDASAN TEOLOGIS PARTISIPASI KELUARGA BESAR HMI DALAM AKSI BELA ISLAM

LANDASAN TEOLOGIS PARTISIPASI KELUARGA BESAR HMI DALAM AKSI BELA ISLAM
------------------------------
by ochen KU PB 97/99

Segera setelah Prof. Syafi'i Maarif mengatakan di forum Indonesia Lawyer Club (ILC) TV One tiga minggu lalu bahwa "mereka yang demo kemarin tidak punya landasan teologis ...bla bla bla...", dan saya temukan bahwa apa yang dikatakan sang profesor ini pun tidak memiliki landasan teologis. Dan kiranya jelas bahwa landasan teologis "mereka yang demonstrasi itu"  hanya satu, keyakinan bahwa Al-Qur'an itu firman Allah dan tidak mungkin terdapat kebohongan di dalamnya. Persoalannya apakah umat Islam secara masif mau menegakkan kebenaran Al-Qur'an atau tidak. Kini bukan lagi ikut demonstrasi atau shalat Jum'at di jalan dibolehkan atau dilarang, tapi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah umat Islam memiliki keinginan kuat (niat) untuk melakukan protes besar terhadap penistaan terhadap Kitab Suci Allah.

Setiap kader HMI dan alumni HMI pasti tertanam di benaknya sepenggal bait Hymne HMI  : "Turut Qur'an dan Hadits jalan keselamatan". Syair ini adalah derivasi Hadits Nabi S.a.w :

"Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah (Qur'an) dan Sunah Nabi-Nya (Hadits)." (HR. Malik)

Logika sederhananya, selama mengikuti tuntunan Qur'an dan Hadits, kita tidak akan sesat.  Artinya kita akan tetap selamat. Jalan keselamatan adalah jalan damai dan memperoleh kedamaian (silm, salâmah, islâman). Dari arti kata Islam ini sehingga saya kurang setuju dengan istilah "Aksi Damai". Sebab Islam secara etimologi artinya damai dan Muslim adalah orang yang cinta kedamaian. Justru kalau kata-kata "damai" menjadi embel-embel di setiap aksi unjuk rasa kaum Muslimin, maka di satu sisi terkesan hiperbolik dan di sisi yang lain terkesan orang Islam secara potensial perusuh. Hal ini dengan sendirnya mendegradasi makna Islam itu sendiri.

Kesesatan dalam Hadits diatas bisa berupa sesat pikir maupun sesat tindak. Tetapi kita akan terhindar dari dua kesesatan itu apabila niat kita benar. Nabi S.a.w bersabda : "Segala sesuatu tergantung niat..." (innama al-a'mâlu bi al-niyati.). Jika niat kita ingin mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya, maka Insya Allah kita akan memperoleh keridhaan Allah dan keridhaan Rasul. Keridhaan itu tidak instan tetapi bertahap dan berkelanjutan hingga di akhirat kelak. Tapi jika niat kita karena motivasi duniawi, maka yang kita dapatkan adalah balasan instan dan bersifat pragmatis duniawi, baik jabatan ataupun materi.  (Semoga adik-adik HMI dari PB hinngga Komisariat selalu kompak). Kita berharap tidak ada "penyusupan" yang mematikan idealisme keislaman dan keindonesiaan adik-adik HMI dan membuat niat dan pengorbanan suci mereka tercerai-berai oleh kejahatan fitnah.

Aksi Bela Islam (ABI) I, II dan III dari perspektif teologis yang saya pahami (terkait kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok) memiliki landasan teologis yang teramat kuat.

PERTAMA, keyakinan pada kebenaran Kitab Suci bagi setiap penganut agama tak tergantikan dengan kebenaran lain. Bagi seorang Muslim, kitab suci Al-Qur'an membawa kebenaran  absolut karena ia bukan bikinan manusia tapi bikinan Yang Maha Suci dan Maha Absolut, Allah SWT. Allah SWT berfirman :

"Aku bersumpah di setiap bagian-bagian Al-Qur'an itu diturunkan. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar jika kamu mengetahui. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah bacaan yang mulia. Kitab yang terpelihara di Lauhul Mahfuzh. Tidak boleh ada yang menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan Semesta Alam. Maka apakah kamu menganggap remeh Al-Qur'an?" (QS. 56 : 75-81).

Kita bisa membayangkan bagaimana Allah sendiri mengatakan Dia bersumpah di saat-saat setiap bagian Al-Qur'an yang hendak diturunkan kepada Nabi S.a.w. bahwa yang diturunkannya itu benar-benar dari-Nya dan terjaga kecacatan maupun kesuciannya. Tidak ada manipulasi dan pembohongan di dalamnya. Berasal dari Pencipta Alam Semesta. Maka yang "menyentuhnya" (memegang secara fisik atau melafalkan isinya) harus oleh mereka yang disucikan secara jasad dan ruhani (muthahharûn). Kata "thaharah" (suci secara ruhani) berbeda dengan kata "najafah" (bersih secara jasmani). Thaharah lebih jauh ke dalam kepribadian terkait dengan kesucian ruhani. Maka salah satu syarat bagi orang yang "menyentuh" Al-Quran (pegang, baca, kutip) salah satu ayat atau surat Al-Qur'an ia harus dalam keadaan suci lahir dan batin  (thaharah). Dari sisi ini, secara prinsip, Ahok salah karena dia bukan seorang Muthahhar (dia tidak suci secara lahir maupun batin) karena terhalang status non Muslimnya. Statua dimana dia belum pernah menjalani ritual "thaharah" yang disyaratkan.

Keyakinan atas kesucian Al-Qur'an itu menjadi hak otonom setiap pribadi Muslim yang merupakan salah satu pilar iman. Tak bisa ada larangan dari pihak manapun kepada setiap individu Muslim untuk melindungi kesucian Al-Qur'an, karena itu menjadi bagian dari keyakinan keagamaannya. Dengan kata lain, keyakinan keagamaan seseorang tak dapat diintervensi oleh negara, ormas Islam atau Kyai Anu bahkan MUI sekalipun. Dan karena itu tak ada alasan apapun untuk melarang setiap pribadi Muslim untuk membela keyakinan keagamaannya.

Menyikapi kasus penistaan agama ini, segelintir sarjana Muslim mengatakan, mengapa "orang-orang itu sibuk membela Al-Qur'an, sebab Allah saja tidak butuh pembelaan. Mereka juga berpendapat : "Al-Qur'an tidak perlu dibela karena Allah yang menurunkan Al-Qur'an dan Dia-lah yang menjaga kesuciannya". Benar Allah berfirman : "Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (QS. 15 : 9). Pikiran kalangan fatalis, "ngapain" susah-susah membela Al-Qur'an, toh sudah dijamin oleh Allah. Pandangan ini keliru, sebab pada ayat Al-Qur'an tersebut Allah menggunakan kata "Kami" (nahnu), dimana seluruh ahli tafsir berpendapat bahwa sepanjang Al-Qur'an menggunakan kata "Kami" (nahnu), maka perkara itu dilakukan secara bersama-sama antara Allah dan makhluk-Nya.

Dalam hubungan dengan  Al-Qur'an, disana ada malaikat Jibril sang pembawa pesan/wahyu, ada Nabi S.a.w selaku penerima dan penyampai pesan kepada para sahabat lalu dari para sahabat ke tabi'in, kemudian dari tabi'in ke tabi'it tabi'in hingga ke para ulama, dai, ustadz hingga ke kita. Jadi "Kami" (nahnu) di dalam ayat diatas mengandung semua komponen yang bertanggungjawab menjaga kesucian Al-Qur'an dari penodaan, penistaan dan sebagainya. Kita membela Al-Qur'an karena kita termasuk dalam kategori "Nahnu" tersebut. Maka membela kebenaran dan kesucian Al-Qur'an  menjadi tanggungjawab kita.

KEDUA, demo atau aksi protes atas kebijakan negara dalam hal penegakan supremasi hukum tidak boleh didasarkan pada kepentingan kekuasaan. Tidak ada privelese di dalam penegakan hukum. Rasulullah S.a.w mengatakan : "Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya" sebagai wujud "equality before the law". Persamaan di muka hukum menjadi prinsip dasar penegakan hukum
Atas dasar itu, kita tidak menemukan alasan yuridis yang kuat bagi penegak hukum untuk tidak menahan Ahok. Alasan subyektif penyidik sebagai kewenangan yang melekat pada penegak hukum harus dijelaskan secara transparan.  Sebab bisa jadi alasan subyektif penyidik dapat melanggar rasa keadilan masyarakat yang merupakan salah satu prinsip penegakan hukum.

Dengan pertimbangan itu, maka keluarga besar HMI menjadi bagian dari umat Islam di Indonesia menyatakan keberpihakannya di dalam penegakan hukum terkait kasus penodaan agama yang dilakukan Ahok. Keterlibatan keluarga besar HMI (PB HMI dan jaringanya sampai Komisariat, Kahmi Nasional, Wilayah dan Daerah, Komite Aksi Keluarga Besar HMI dan elemen-elemen alumni HMI yang lain) merupakan bagian dari missi kesejarahan HMI. Partisipasi kita di dalam Aksi Damai I, II, III dan seterusnya adalah selaku kader umat dan kader bangsa. Kita adalah anak kandung umat dan bangsa. Jangan sampai ada di antara komponen keluarga besar HMI ini ada yang ikut Aksi tapi ada yang ogah, bahkan mencemooh. Perlu kesatuan pandangan tentang langkah kita, soal "game" ini apakah kita sampai di tujuan terestrial saja ataukah sampai di tujuan akhir. Pengalaman memberi pelajaran pada kita bahwa HMI ikut berkontribusi melahirkan reformasi nasional, tetapi di era reformasi itu HMI tersingkir dan (sengaja) disingkirkan.  HMI adalah anak reformasi yang terlantar, terasing dan bingung mencari jalan pulang. Justru mereka-mereka yang tidak berkontribusi secara personal maupun kelembagaan saat ini sedang berpesta dan menertawakan HMI. HMI menjadi gelandangan yang tak memiliki rumah.

Dengan pikiran seperti itu, maka saya sedih ketika mendengar bahwa di  jajaran internal PB HMI tidak seiya-sekata dalam menyikapi ABI III nanti padahal pada ABI II justru HMI berada di garis depan. Tersebar kabar juga  bahwa di jajaran Presidium PB HMI terjadi perbedaan prinsip bahkan ada yang "masuk angin" bertemu dengan Kapolri. Semoga saja tidak.

Sedih yang kedua saat Ketua Umum, Sekjen dan 3 orang kader HMI diciduk di Sekretariat PB HMI dan di kediamannya masing tanpa melewati prosedur hukum yang normal. Apalagi di tengah malam menurut cerita kawan-kawan, Ketua Umum PB HMI didekap kepalanya di bawah ketiak polisi bak seorang teroris. Miris hati kita mendengar adik-adik HMI, kader umat dan bangsa ini diperlakukan oleh aparat penegak hukum negara yang mengabdi pada perintah rezim politik saat ini. Kader-kader HMI ditahan sebelum ditersangkakan dan mereka berada dalam tahanan Polda Metro Jaya beberapa hari, sementara laporan Tim Hukum PB HMI yang melaporkan Kapolda Metro Jaya ke Propam Mabes Polri atas kasus pencemaran nama baik yang dilakukannya pada HMI tidak segera ditindaklanjuti. Bagi kita, ini suatu peristiwa yang mengoyak rasa keadilan masyarakat dan menginjak kehormatan organisasi HMI. Perlakuan aparat (penangkapan, penahanan dan pencemaran nama baik) telah membuat HMI mengalami kerugian moral yang luar biasa besar. Apakah kita hanya sampai disini?

Kesedihan yang ketiga beberapa sudut ibukota terpampang spanduk Badko HMI Jababeka-Banten yang pada intinya menolak sholat Jum'at di jalan dalam rencana ABI III tanggal 2 Desember 2016. Saya tidak tahu persis apa landasan pikir mereka. Tetapi hemat kita itu menafikan kontribusi besar yang telah HMI berikan pada ABI I dan ABI II.

Jika pada ABI I dan II, HMI ikut dan memimpin bahkan menjadi pihak yang dikorbankan, dimana Ketua Umum dan Sekjen PB HMI serta tiga kader HMI yang ditangkap dan ditahan di Polda Metro Jaya selama kurang lebih satu minggu merupakan pengorbanan teramat besar. Lalu di ABI III nanti beberapa komponen di dalam HMI menunjukkan gelagat "kurang bergairah" maka hal itu menjadi perilaku yang bukan saja menyakitkan tapi memalukan. Pamor HMI sudah pasti jatuh di saat semestinya HMI lebih "leading" dalam arus utama umat Islam Indonesia saat ini malah melarikan diri sebelum perang dimulai.

Selaku organisasi mahasiswa Islam dengan jejaringnya yang mencapai semua kota perguruan tinggi di Indonesia, semestinya PB HMI menunjukkan soliditas dalam mengagregasi agenda ABI III yang akan datang. HMI adalah Imam di antara sejumah Imam yang ada. HMI tidak boleh mengekor tanpa reserve terhadap agenda orang lain. Ia harus lebih aktif dan berpartisipasi secara eksternal dan menawarkan strategi maupun paradigma alternatif secara internal. Paradigma alternatif yang saya maksudkan adalah kita harus berubah dalam strategi dan taktik di era politik tanpa pedoman ini.

Berjuang bersama arus besar umat saat ini adalah kesempatan emas. Kita akan sulit menemukan momentum yang sama pada kurun 3 tahun mendatang. Dengan demikian keluarga besar HMI harus mengambil bagian di dalam ABI III, 2 Desember 2016.

Menutup postingan ini, ada ayat Qur'an yang bagi saya relevan dan memberi spirit bagi kita di dalam menyikapi situasi saat ini.

1)  "Berjuanglah kamu di jalan Allah dengan perjuangan yang benar" (haqqa jihâdihi) (QS. 22 : 78);

2) "Hai orang-orang yang beriman sukakah kamu aku tunjukkan suatu jualan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu kamu mesti beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Hymne HMI : turut Qur'an dan Hadits,  jalan keselamatan) dan berjihad  di jalan Allah dengan harta dan nyawamu. Itulah yang terbaik bagimu jika kamu mengetahuinya" (QS. 61: 10 - 11).

Akhirul kalam, tak ada alasan lain untuk tidak mengikuti agenda ABI III nanti. Karena keterlibatan kita adalah dalam rangka tegaknya kalimat Allah di bumi Indonesia. Li ilâhi kalimatillâhi hiya al-'ulyá.

Selamat Berjuang !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar