Senin, 07 November 2016

Kapolda Metro Jaya dan Provokator Aksi 411

Kapolda Metro Jaya dan Provokator aksi 411

TOPIK:Opini

7 NOVEMBER 2016 / 13:42

Oleh Mulyadi P. Tamsir

Betulkah HMI adalah provokator dari berujung ricuhnya aksi 411 di Istana Negara itu? Menarik untuk dicermati pertanyaan ini. Sebab tak lama setelah kejadian, media-media mainstream pun menyambut tuduhan tersebut dan melakukan penggiringan opini secara masiv dan sistematis. Tujuannya jelas; mengalihkan sentra isu dan membentuk persepsi publik.

Efek lanjutannya bisa ditebak, memecah belah barisan protes. Polarisasi ini bisa diasumsikan sebagai langkah untuk memudahkan kepolisian dan pihak keamanan dalam mengkanalisir dan menyusun langkah antisipasi terhadap meluasnya aksi lanjutan, jika hasil penyelidikan tidak memenuhi harapan para demonstran.

Jika sudah demikian, maka tidak bisa tidak untuk menilai bahwa hal tersebut bukanlah skenario dan kerja yang tak terencana.

Jika ditarik lagi ke belakang dan setiap fragmen peristiwa didudukkan secara runtut, maka pernyataan tuduhan itu pertama kali disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya di depan kerumunan Laskar FPI; HMI itu provokatornya!

Pernyataan ini disusul kemudian dengan konferensi pers Kadiv Humas Mabes Polri yang menyertakan selembar foto “pelaku” yang dituduh provokator untuk menguatkan kesimpulan Kapolda Metrojaya. Setelah itu, foto yang bersangkutan seketika menjadi viral dan digoreng secara masiv oleh media-media.

Tapi betulkah hal itu? Mari kita lihat.

Pertama, area titik aksi yang begitu dekat jaraknya di depan Istana Negara, dengan jumlah demonstran yang melimpah ruah dan melebihi perkiraan, serta mengepung dari segala penjuru. Harus ditanggapi dengan status keamanan ekstra, perubahan keadaan sewaktu-waktu bisa menciptakan kondisi darurat. Terlebih, besarnya jumlah massa demonstran sangat memungkinkan Istana Negara untuk diduduki. Potensi ini mesti disiasati dan disikapi serius Kepolisian sehingga demonstrasi tidak berlanjut sampai kondisi terburuk. Pilihan yang paling logis, aksi mesti dibubarkan segera.

Kedua, berdasarkan undang-undang, aksi demonstrasi atau penyampaian protes di depan publik hanya diperbolehkan sampai pukul 18.00. Lewat dari ketentuan tersebut, demi alasan ketertiban umum kepolisian berkewenangan untuk membubarkan setiap aksi demonstrasi. Tetapi, situasinya menjadi lain ketika kepolisian secara persuasif tidak bisa membubarkan aksi karena massa demonstran yang memilih bertahan untuk tetap tinggal dan menginap di depan Istana Negara.

Dalam keadaan seperti ini, kepolisian membutuhkan alasan untuk bertindak represif dan membubarkan massa secara paksa. Satu-satunya alasan adalah jika kericuhan terjadi. Di titik inilah, tangan-tangan intelejen bekerja memainkan peran memicu terjadi kericuhan untuk selanjutnya menjadi lampu hijau bagi kepolisian dalam menindak dan membubarkan demonstran secara represif. Terlebih watak psikologi massa yang kelelahan dan mencair, sangat mudah disusupi penyusup. Pola-pola semacam ini sudah lazim diketahui oleh para aktivis gerakan yang berkali-kali terlibat dalam aksi demontrasi.

Hal ini dibuktikan dengan hujan gas air mata yang ditembakkan serampangan dan tak hanya tertuju pada areal yang ricuh, tapi ke segala arah. Tujuannya jelas bukan sekedar meredam bentrokkan, tapi juga membubarkan domonstrasi. Di titik inilah, Kapolda Metro Jaya yang sedari awal berada di arena demontrasi menyampaikan tuduhan provokativ di depan Laskar FPI yang marah karena beberapa Habib menjadi korban gas air mata, bahwa HMI adalah dalang terjadinya kericuhan. (Pernyataan Kapolda tersebut dapat dilihat pada video berikut https://youtu.be/qZ0j8GJHsGQ )

Dari uraian-uraian pendek di atas, maka dapat disimpulkan jawaban bahwa tuduhan Kapolda dan Kadiv Humas Polri yang mengkambing hitamkan HMI adalah keliru sepenuhnya dan murni sebagai skenario yang diproduksi secara terencana oleh internal Kepolisian.

Lalu siapa provokator sebenarnya di balik ricuhnya aksi damai 411 tersebut? Silakan nilai dengan jernih.

Penulis adalah Ketua Umum PB HMI periode 2016-2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar