Minggu, 16 Oktober 2016

Rembulan Putih dilangit Jakarta IV

Rembulan Putih dilangit Jakarta IV (Dibawah langit jakarta, di taman para Pujangga) Kulukiskan cinta diatas kanvas cehya rembulan putih Bumi yang basah, rindu yang tlah jadi candu Masa yang memanjang membelai rerumputan Kusemai sebiji cinta dimusim basah

ahlan el-faz: Mana puisi sore ini Mia R: Aku jatuh cinta pada kesepian. Disitulah suara rindu riuh berserakan. Tandas di bulir air mata sebab sebuah penantian. ahlan el-faz: Senja di ibukota, oh penantian menuju gelapnya alam, dan rindu seakan menjadi suara lirih terhembus angin sore dan bisingnya ibukota Mia R: Ini rindu kesekian yang tak bisa aku jabarkan. Bisingnya ibukota pun luput dari hentakkan suara perempuan yang sibuk menimang cemas masa lalu. Dalam pikirnya; apa senja akan membawamu kembali atau tidak sama sekali? ahlan el-faz: Senja ini menanti hingga ujung penantian anak manusia, dan saat malam membangun mimpi menebar asa, rasa yg semakin memberhala dlm diri kita Mia R: Kali ini senja di kotaku hujan. Siluet jingga yang merona tak bisa aku rasakan. Kepak camar yang selalu terbang, kini hilang dari pandangan. Setabah ini kah aku harus menunggu magic hour yang memanjakan ingatan; sekadar menemaniku menantimu pulang. ahlan el-faz: Kiranya rintik hujan tlah memberatkan hatimu dalam penatian itu, maka teroboslah hingga jasadmu merasa, bahwa hujan senja adalah sebuah kisah romantisme tentang rindu, tentang cinta, tentang kita, insan yg terpaut dlm panantian, hingga jarak dan waktu tak berasa, dan jiwa salong memeluk, bersama suara rintik yg terasa jelas ditelinga kita... Mia R: Tak ada yang lebih pedih dari hujan di bulan juni milik Sapardi. Ketika insan saling menanti, tabah adalah saksi. ahlan el-faz: Malam ini seperti menabur rindu dibawah temaram cehya lampu-lampu jalanan yang tinggi, riuh diantara kendaraan dan jiwa yg lelah, dan hawa yang marah, hey kau yg masih senyum tawarkan anggur yang memabukkan, dekaplah angganku, Mia R: Cawan anggurku pecah, seraya kau pergi ke entah. Aku sudah tak suka lagi mendekap, karena kau tak pernah menangkap. Anganku bukan anganmu. Aku hanyalah kerikil yang tak kau anggap. ahlan el-faz: Tiadalah insan pergi dicari, aku akan kembali, seperti pada lintasan meteor dilangit, dengan daya beredar dan kembali, menuju satu titik, dan melebur menjadi debu, kerna kita hanyalah debu yang halus, bukan kerikil yg tajam menggores pada kulit jasadi Mia R: Lewat gempita malam, kulangitkan doa. Agar kau segera kembali; karena hanya lewat malam, suara terdengar lebih syahdu, gemericik hujan di sudut mata lebih terasa. Untukmu yang sedang berjuang; seorang perempuan menantimu di seberang, berbekal harap kau akan datang. Bawalah segera mahar, agar tak tersekat kala dekat. ahlan el-faz: Adalah cinta dalam kalbu, meramu masa hingga menjadi asa, harapan yang akan kita genggam atau junjung tinggi demi sebuah janji pada ibu pertiwi, bakti cinta kasih kita pada negeri, dimana harapan tlah kita semai, untuk esok anak cucu kita, dan kita akan terus berderma dengan bait romantik penuh kisah, mahakarya sang maestro, ahlan el-faz: Hey fajarku, cehya putih dilangit ibukota, hingga rindu yg membuncah hilang kembali, jadi percikan keCil dan hilang dikegelapan, menjadi diam bak telaga nan dalam, menjadi misteri dalam rimba yang akan jadi legenda, bukan sejarah atau roman, yang harus diingat atau dinyanyikan tiap mentari bersinar dipagi hari...

ahlan el-faz: DAn kau masih keluh kesah, hey perempuan saat senja memanja tlah memudar diperaduan... ahlan el-faz: Kecuplah dengan keikhlasan doamu dinda... Mia R: Tentu, kanda. Doa yg dilangitkan ke semesta, adalah doa paling iklas, walau berurai air mata yang tandas. ahlan el-faz: Semoga air matamu menjadi saksi atas keikhlasan cintamu dinda, bersama doa dan puji puji mu pada yang maha pengasih dan maha penyayang... Mia R: Aamin ahlan el-faz: namamu yg sederhana, tersusun dari huruf, menjadi simbol sang perempuan, iya, itu kamu mia, kamu... Mia R: Hey abangku, namamu yg sederhana menyejukkan mata kala huruf demi huruf tersusun. Iya. Ahlan. ahlan el-faz: Walaupun kopinya pahit, tp selalu manis pada setiap bait yg tergores ditanganku dinda Mia R: Nikmati lah kopimu. Mungkin di situlah bahagia mu tercipta. ahlan el-faz: Setiap teguk adalah kamu dinda, iya kamu mia... Mari berpuisi dalam kerinduan biasa Mia R: Aku hanya mampu sesapi kopi, meneguknya hingga habis aku tak sanggup. Karena rinduku tak boleh tandas. ahlan el-faz: Kopi hanyalah kopi, seteguk bersama air menghitam, menjelma menjadi tinta tuk sekedar melukis wajahmu, menulis namamu, dijiwaku, ya didadaku, Mia R: Dalam setiap tegukanmu, aku merasa hidup. Kau membuatku mengerti, bahwa kopi tak selalu pahit, namun manis ketika kita nikmati bersama kala senja kembali ke peraduannya. ahlan el-faz: Hey perempuan, terkadan pahit adalah manisnya hidup disuatu pagi, kala mentari akan hangatkan jasad kita, sedang kita masih bisa bercanda, bercerita tentang kisah lalu kenapa kita bertemu, dan cerita tentang hidup saat tanganku dan tanganmu saling memegang erat, dan memaknai hidup dalam keseserhanaan itu.. Mia R: Kita tertawa saat kisah lalu begitu menggelikan. Lalu aku hanya mampu menengadah doa ke langit malam; semoga kesederhanaan cinta kita sampai pada telinga semesta. ahlan el-faz: Semua akan tergetar kerna doamu dinda, tiap larik dalam baitmu bagai malaikat yg mendoakan tiap rasa yg mengalun mesra nan manja, merayu alam, mengetuk sang pencipta yg maha kasih dan maha penyayang, dan cinta kita adalah kerna cintaNya... Mia R: Sungguh ini bukan rekayasa, muasal bahagia kini sedang tercipta, aku dan kamu lingkarkan rasa pada satu ikrar janji setiap hingga kita tak lagi bersama; dipisahkan Tuhan, lalu bertemu di Surga. ahlan el-faz: Tiada rasa yg tumbuh kerna rekayasa manusia dinda, ia datang, bersemi, tumbuh, berakar kuat dan hingga menua, walau terkadang menguning kerna musim yg kering dan bumi yg tak lagi basah, namun akan tiba saatnya menghijau kembali, berbuah, dan itulah cinta dinda, Mia R: Abang, malam sudah hinggap. Menyentilku untuk segera terlelap. Tak apa jika aku lebih dulu menyulam mimpi bersama segala aksara indahmu itu? Biar aku abadikan kamu dalam mimpi ku. ahlan el-faz: Met rehat, nite... ahlan el-faz: Mia Mia R: Haloo abang ahlan el-faz: Rinai hujan memanggil namamu dinda... Mia R: Sampaikan pada rinainya, bahwa aku ingin segera bertemu denganmu. ahlan el-faz: Saat pertemuan itu, Hujan akan menceritakan tentang kita, cerita tiap tetes yg jatuh ke bumi, menghijaukan yg tumbuh, seperti cinta yg terus tumbuh, Mia R: Hujan selalu menceritakan kenangan yang tak pernah usai diingatan. Serupa kita. Cinta yang tumbuh akan dipeluk semesta. Abadi--- tak lekang oleh waktu. ahlan el-faz: Hey perempuanku, bila kah waktu terus berlalu, menua-kan jasad kita, mendewasakan jiwa kita, dan cinta kita tetap tumbuh kokoh, dan tetaplah eratkan pegangan kita, jemput mentari pagi bersama mimpi untuk sebuah negeri... Mia R: Genggaman eratmu jangan lepas. Ajak aku menikmati hidup dalam balutan cinta suci. Karena Tuhan bukan nafsu semata. ahlan el-faz: Keindahan, cinta, nafsu, hanyalah serederet ciptaanNya, dan kita hanyalah hamba yg lemah, ahlan el-faz: Hey, kesucian hanyalah milik Alloh, kita hanya terus berupaya men-_sucikan diri, dan cinta yg suci hanya milik orang2 yg terus mensucikan jiwa dlm mencinta.. ahlan el-faz: Selamat pagi hey perempuan bersayap bait bait yang kurindukan... Mia R: Selamat pagi pun pria bersahaja yang aku nantikan puisinya yg paling puisi..

ahlan el-faz: Gelap dan hujan seakan menyatu dimalam ini
ahlan el-faz: Dan itu tanpamu
ahlan el-faz: Iya tanpa kamu
Mia R: Aku disini; hatimu. Tak pergi berlalu. Tetap untukmu. Sedahsyat apapun hujan, doaku selalu menyertaimu. Tak lekang oleh waktu.
ahlan el-faz: Sungguh lembut jiwamu hey perempuanku, lewat setiap kata dlm doamu, kau hadir dalam tiap langkah, hingga saat kupejamkan mata, saat malam mulai larut, sedang halusnya jiwamu kan tetap mendamaikan tidurku...
Mia R: Aku hanya perempuan yang sedang mencoba ada. Ada dalam setiap helamu, degupmu, langkahmu. Karena aku ingin dekat serupa detik dengan detaknya.
ahlan el-faz: Dan seperti pagi yang akan menghangatku, menemaniku diantara awan putih dimana matahari akan terbit,
Mia R: Mentari masih enggan menampakkan diri. Entah ia telah nyalang atau hilang. Lalu kau datang hangatkan jiwa, sebagai pengganti cahaya di pagi ini.
ahlan el-faz: Yang kesekian kuinjakkan kaki bersama jiwaku dibumi borneo, tanah yang menyimpan emas hitam dan segala anugerah kekayaan Tuhan semesta, rasa bersyukur terus aku panjatkan, walau ketimpangan rakyatnya begitu kentara didepan mata, disepanjang jalan, dipinggiran sungai mahakam..
Mia R: Hati-hati, abang. Doa adik menyertai langkahmu.


ahlan el-faz: Seperti pecinta yg siap disakiti...
Mia R: Dan selalu butuh sandaran
ahlan el-faz: Bersandarlah dikau didadaku, atau dihatiku...
Mia R: Agar aku bisa rasakan dadamu yang debar, nadimu yang getar.
ahlan el-faz: Dan getaran itu teramat lembut untuk sekedar kau rasakan dindaa
Mia R: Dan aku hanya bisa terdiam. Syahdu~
ahlan el-faz: Tersenyumlah hey perempuan bersayap bait bait kerinduan...
Mia R: Semburat senyumku ada karenamu. Menetaplah.
ahlan el-faz: Dan aku akan menetap, tak usah kau risau, kerna menjaga hatimu adalah menjaga surgaku, surga kita dinda...
Mia R: Surga yang begitu kita rindukan.

Mia R: Selamat pagi, abang. =-)
ahlan el-faz: Pagi dinda


Mia R: Abang take off jam brp?
ahlan el-faz: Jam stengah 9 dinda
ahlan el-faz: Sejam an lg
Mia R: Hati2 di atas awan ya, bang. Sampaikan pada langit, seorang perempuan sedang menunggu prianya sampai di tujuan.😉
ahlan el-faz: Sudah kusampaikan sama awan putih yang lembut dan ramah dinda
Mia R: alhamdulillah...
ahlan el-faz: ó°€€ ó°€€
ahlan el-faz: Hey perempuan bersayap bait bait kerinduan...
Mia R: Hey pria puitis
ahlan el-faz: Mari berdendang dbumi melayu, laguan gurindam, dtanah sang empunya pujangga
Mia R: Ada yang ingin aku sampaikan perihal rindu dan kamu yang tiada bertemu akhir.
ahlan el-faz: Sampaikanlah dengan segala rasamu adinda, jika detak jantungmu bergetar kencang itu pertanda bahwa ada cinta yg tak akan berakhir...
Mia R: Detakku selalu tak beraturan kala namamu kusebut dalam doa syahdu di sepertiga malam.
ahlan el-faz: Sungguh ketakberaturan itu adalah satu kekuatan yg mandiri, dialah kekuatan yg mampu menjadi arus dalam cerita kehidupan dinda,
Mia R: Abang sdh memejam?
ahlan el-faz: Selamat pagi hey perempuanku, Silir gemilir angin pagi, berkejar dengan cercah hangatnya sinar mentari pagi dipulau ini, embun yg jernih diantara dedaunan ikut melebur, menjadi cerita pagi dibumi melayu,




ahlan el-faz: Dindaa
Mia R: Iyaaaa abang
ahlan el-faz: Bikinin puisi dong
Mia R: Akulah penikmat secangkir cappucino yang kau buat kala malam ditemani gempita, dari sekadar menyesap hingga ku teguk habis tanpa sisa, setia menunggu kau meraciknya karena cinta.
ahlan el-faz: Mau kah kau mencicipi kopi kasih sayang hay adinda
Mia R: Boleh. Berikan padaku!
ahlan el-faz: Sehitam kopi dan semanis rasa kasih sayang yg aku berikan padamu dinda
Mia R: Dalam pekat kopi, ku temukan cinta yang berbumbu manis; adalah kau.
ahlan el-faz: Seperti malam dan rembulan, indah bersama senyum manismu dinda
Mia R: Senyumku tak lengkap bila kau tak disisi, kanda. Kemarilah! Mari kita bersua, menikmati dekat, tanpa sekat.


ahlan el-faz: Dinda
Mia R: Iyaaa bang
ahlan el-faz: Puisi
Mia R: Tik tok tik tok. Denting apa itu? Rindu atau cemburu? Aku tak bisa menerka karena saat ini dirimu jauh dari tatap mata. Tuan, pulanglah. Apa kau lebih suka jika rinduku terbakar cemburu?
ahlan el-faz: Rindu bercampur cemburu,
ahlan el-faz: Dan hujan akan turun, memelukmu..
Mia R: Di bawah rinainya aku terjatuh, air mata luruh, sedang kau asyik bercumbu dengan doa; perihal temu yang belum terbalas waktu-- menuggu dikabulkan atau diabaikan.

ahlan el-faz: Sejuk jiwa bercengkerama dg angin laut dan ombak kecil diselat malaka,

ahlan el-faz: Dan pagi-pun merindukanmu hey perempuanku...
Mia R: Embun pagi berkata "baik-baik lah di tempat mu. Jika rindu akan diriku, temuilah aku lewat doamu.

1 komentar: