Minggu, 16 Oktober 2016

PERANG PROKSI

perang proksi

Sejak beberapa saat yang lalu militer maupun para petinggi di Indonesia mengatakan tentang bahaya Proxy War, atau Perang Proksi. Mereka mengatakan bahwa negeri ini sudah menjadi incaran untuk dilakukannya Proksi War, atau perang proksi yaitu dengan maraknya berbagai isu dan kebencian. Kekayaan sumberdaya alam, hingga ramalan tentang akan habisnya minyak pada tahun 2056 yang mengakibatkan negara-negara yang makmur nantinya adalah negara-negara di kawasan selatan seperti Indonesia menjadi alasan terjadinya perang proksi di Indonesia.

Menhan pun di sini mengatakan bahwa:

"Sejak 15 tahun lalu, saya sudah buat (tulisan) perang modern, itu sama modelnya. Perang murah meriah," katanya di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa, 23 Februari 2016.

Menurut Ryamizard, ancaman perang proksi itu berbahaya bagi Indonesia karena negara lain yang memiliki kepentingan tidak langsung berhadapan. Karena itu, fenomena pendukung LGBT yang meminta komunitasnya dilegalkan tersebut wajib diwaspadai.

dan

Ryamizard menjelaskan, perang proksi itu menakutkan lantaran musuh tidak diketahui. Kalau melawan militer negara lain, musuh mudah dideteksi dan bisa dilawan.

"Kalau perang proksi, tahu-tahu musuh sudah menguasai bangsa ini. Kalau bom atom atau nuklir ditaruh di Jakarta, Jakarta hancur, di Semarang tak hancur. Tapi, kalau perang modern, semua hancur. Itu bahaya," tuturnya.

Ryamizard menambahkan, perang modern tidak lagi melalui senjata, melainkan menggunakan pemikiran.

"Tidak berbahaya perang alutsista, tapi yang berbahaya cuci otak yang membelokkan pemahaman terhadap ideologi negara," ucapnya.


Juga Panglima TNI mengatakan juga di link ini:

"Perang proxy memanfaatkan perselisihan eksternal atau pihak ketiga untuk menyerang kepentingan atau kepemilikan teritorial lawannya," ujar pengamat militer dari Unuversitas Pertahanan Yono Reksodiprojo dalam diskusi di bilangan Kuningan, Jakarta, Minggu (20/12).

Proxy war adalah istilah yang merujuk pada konflik di antara dua negara, di mana negara tersebut tidak serta-merta terlibat langsung dalam peperangan karena melibatkan proxy alias wakil atau kaki-tangan.

Perang proxy, menurut Yono, merupakan bagian dari modus perang asimetrik. Berbeda dengan jenis perang konvensional, perang asimetrik bersifat irregular dan tak dibatasi oleh besaran kekuatan tempur atau luasan daerah pertempuran.


Apa yang bisa disimak dari pendapat para petinggi negara tentang perang proksi ini penting untuk dipahami, intinya negara dan mereka adalah korban, bukan lembaga atau orang yang bersalah namun penyebabnya ada di pihak luar diri mereka atau diluar kekuasaan ataupun kehendak negara. Dan tentunya kerusakan negara bukanlah kesalahan mereka karena berbagai cara sudah diupayakan salah satu contohnya adalah mewacanakan adanya bahaya perang proksi.

Perang proksi menjadi sangat membingungkan seperti yang terjadi di Syria misalnya. Perang ini tidak hanya antara dua pihak, namun banyak pihak yang saling bermusuhan dan bertentangan. Jadi akan sangat lama selesainya, karena ada yang saling bantu juga namun memiliki musuh yang berbeda, seperti temanmu adalah musuhku, dan musuhmu membantuku untuk melawan pihak lainnya lagi. Peta konfliknya menjadi sangat ruwet dan sudah terlanjur masing-masing mengangkat senjata. Hanya wilayah geografis yang cukup ekstrim bisa menyelematkan berbagai kondisi meskipun juga menambah lamanya durasi permusuhan.

Lantas mengapa para petinggi negara mengajak rakyatnya memikirkan adanya bahaya perang proksi ini. Apabila dilihat dari kepentingannya jelas kepentingan persatuan nasional namun mengapa orang yang tidak paham harus juga mau mendengar adanya perang proksi ini. Memang untuk mengantisipasi konflik seperti ini dibutuhkan kesiapsiagaan sejak dini, bukan baper bahwa mereka para petinggi juga sangat khawatir. Yang terkadang menjadi banyak sorotan dan bulan-bulanan orang-orang di media sosial, namun masih dalam tingkat yang sangat wajar, meski katanya di akhir Maret 2016 akan ada pembatasan-pembatasan tertentu di ranah sosial media.

Setiap wilayah memang rawan perang proksi, tidak terkecuali di desa-desa atau di wilayah terpencil, perang proksi sudah banyak dilakukan para aktor politik atau politikus lokal, jadi memang perang proksi ini tidak aneh dan hal biasa yang tidak terlalu harus dipikirkan, selain edukasi kepada seluruh warga masyarakat. Tentu edukasi yang dibutuhkan pun edukasi yang masuk akal dan tidak mengada-ada seperti pada kasus Gafatar yang masih terasa sangat aneh dan ada udang di balik batu, selain pemerintah mungkin ingin mendapatkan dukungan politik mayoritas namun juga menghadapkan warga negara pada sesuatu yang bukan menjadi konsernnya, selain konsern beberapa orang dan kelompok yang lama-kelamaan akan naik daun.

Sudah cukup lama sebenarnya kita menjadi ajang perang proksi. Proksi pun hadir dengan dibangun secara lahiriah atau bentuk fisik seperti nama lembaga, kantor, alamat dan sebagainya. Proksi harus jelas dan memiliki alamat. Jika proksi masih dianggap sebagai wacana, betapa celakanya kita. Proksi adalah hal yang jelas, banyak lembaga dan berbagai gerakan yang aneh muncul di Indonesia, mereka memiliki kiblat bahkan dana dari entah dari mana. Melakukan banyak aksi dari kekerasan maupun penistaan aliran-aliran tertentu yang asli dari Indonesia, dan merekapun bermusuhan satu sama lain dengan gerakan lain yang memiliki arah dan core bisnis yang berbeda. Kenyataan yang tidak aneh, bahkan kita pelajari dahulu ketika memahami berbagai bentuk ideologi dan sebagainya di sekolah. Namun apakah hanya seperti itu? Pertanyaannya siapa yang paling paham tentang proksi war adalah salah satu proksi itu sendiri bisa jadi benar, bisa jadi tidak juga.

Jadi perang proksi adalah perang sebenarnya juga. Gerakan-gerakan militan di Timur Tengah misalnya, mereka mendirikan dengan kesadarannya sendiri, pada awalnya konflik kecil yang dibiayai sendiri dan kemudian di scalling up, ketika di scalling up inilah mereka butuh investasi. Investasi inilah sebenarnya aliran power terjadinya banyak proksi yang terbangun dengan berbagai militansinya sendiri.

Jadi kenapa para petinggi tersebut mengajak kita berpikir tentang proksi war. Jelas aliran investasi uang dengan berbagai latar belakang saat ini dibuka lebar-lebar. Karena kepentingan tertentu dibaik bisnis adalah para perorangan dan pemilik modal dengan berbagai kepentingan dan bakat sifat lahir yang berbeda, belum lagi referensi dan orientasi hidupnya. So, jadi kalau kita khawatir tentang proksi war, sudah tidak ada alasannya lagi, karena memang kita mengijinkan sendiri orang-orang bahkan yang tidak dikenal untuk mendirikan proksinya di sini secara bebas dan diterima dengan tangan terbuka.

Adalah sangat baik untuk membaca dan mengingat apa yang sudah terjadi, berbagai konflik yang sudah hilang dari ingatan atau dilupakan, akan muncul lagi sebagai barang baru yang benar-benar baru dengan berbagai analisis baru, padahal kudanya masih sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar