Minggu, 16 Oktober 2016

Adab-adab dalam peperangan

Berikut sebagian adab-adab Islam dalam peperangan  :
1. Menjaga rahasia
Bukhari meriwayatkan dari Ka’ab bin Malik tentang cerita tertinggalnya dari perang Tabuk beliau berkata: “Rosulullah tidaklah pernah mau berperang kecuali beliau sembunyikan dari orang lain, sampai ketika itu peperangan yang akan dimulai. Rasulullah pada cuaca yang sangat panas, perjalanannya sangat jauh dan musuh yang sangat banyak, maka Rasulullah pun memberitahukan kepada kaum muslimin supaya mereka mempersiapkan peperangan dan beliau memberitahukan tujuannya.” (Al-Bukhari VI/80 dan Muslim: 2769)
2. Siasat
Rasulullah saw. Bersabda: “Perang itu adalah tipu daya.” (Al-Bukhari VI/110, Muslim:1739, Abu Dawud: 2636 dan At-Tirmidzi: 1675)
Imam Al-Mubarakfuri: ”Imam An-Nawawi berkata:”Para ulama’ bersepakat atas bolehnya menipu orang-orang kafir dalam peperangan jika memungkinkan kecuali jika mengandung unsur pengkhianatan terhadap janji atau jaminan keamanan, maka hal itu tidak halal.”
Ath-Thobari berkata:”Penipuan yang diperbolehkan dalam peperangan adalah penipuan yang berupa kiasan dan bukan penipuan yang sebenarnya, sesungguhnya berdusta yang sebenarnya itu tidak halal.” An-Nawawi berkata:”Yang dzohir dari nash hadits adalah boleh melakukan penipuan yang sebenarnya. Akan tetapi lebih utama cukup menggunakan kiasan.” Dan Ibnul-‘Arobi berkata:”Berbohong dalam peperangan yang dikecualikan dan diperbolehkan dengan nash adalah merupakan bentuk kasih sayang terhadap umat Islam kerana mereka memerlukannya, dan akal tidak berhak menentukan atas bolehnya, jika diperbolehkannya berbohong itu berlandaskan akal (bukan kerana nash) maka hukum berbohong itu tidak akan berubah menjadi halal.”
3. Psy-war dalam peperangan
Ibnu Taimiyah pernah ditanya:”Apakah seorang tentara itu boleh memakai sesuatu dari sutera, emas dan perak ketika berperang atau ketika datang utusan musuh kepada kaum muslimin?” Maka beliau menjawab:”Al-Hamdulillah. Adapun memakai sutera ketika perang kerana darurat, maka para ulama’ bersepakat bahawa hal itu boleh seperti jika tidak ada yang lain sebagai penggantinya untuk senjata atau penjagaan. Adapun memakai sutera untuk menggentarkan musuh, para ulama berselisih pendapat menjadi dua pendapat: yang paling kuat adalah baahwasanya hal itu boleh, karena sesungguhnya pernah tentera syam mengirim surat kepada Umar ibnul Khothob yang berbunyi:”Sesungguhnya kami apabila bertemu dengan musuh yang menutupi senjata mereka dengan sutera, kami merasa gentar karenanya.” Maka Umar mengirim surat kepada mereka:”Kalian tutuplah senjata kalian dengan sutera sebagaimana mereka juga menutupinya dengan sutera!”
Dan juga kerana memakai kain sutera itu mengandungi unsur psy-war dan Allah mencintai “congkak” dalam peperangan sebagaimana yang terdapat dalam As-Sunan dari Nabi bahwasanya beliau bersabda:
”Sesungguhnya kesombongan itu ada yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Adapun kesombongan yang dicintai Allah adalah kesombongan seseorang dalam pertempuran dan ketika sedekah, dan kesombongan yang dibenci Allah adalah kesombongan dalam kesemena-menaan dan berbangga.” (Musnad Imam Ahmad V/445, Sunan An-Nasa’I V/58, Sunan At-Tirmidzi no. hadits: 2642, Tuhfatul Ahwadzi VII/320 dan Sunan Abi Dawud no. hadits: 114, III/114) Dan ketika perang Uhud, Abu Dujanah melakukan kesombongan antara barisan kaum muslimin dan orang-orang kafir, maka Rosululloh bersabda:”Sesungguhnya berjalan seperti itu dibenci oleh Allah kecuali di tempat ini.”
4. Menyebar mata-mata
5. Tahridh (membangkitkan semangat)
6. Bai’atul maut
Dalam sebuah hadits dari Jabir ra. Beliau berkata:” Kami ketika perang Hudaibiyah berjumlah 1400 orang lalu kami berbai’at kepada Rasulullah saw., sedangkan Umar mengambil tangan beliau di bawah pohon yang bernama Samuroh.” Ia berkata:”Kami berbai’at kepada beliau untuk tidak lari, dan kami tidak berbai’at kepada beliau untuk mati.” (Shohih Muslim III/1483)
An-Nawawi berkata:”Dan dalam riwayat Salamah bahawasanya mereka ketika itu berbai’at untuk mati.” (Al-Bukhori no. 2960, Fathul Bari VI/117)
Para ulama’ berkata:”semua riwayat ini erti dan maksudnya terkumpul dalam satu makna, adapun berbaiat untuk tidak lari ertinya adalah bersabar sampai menang melawan musuh kita atau mati, dan inilah erti baiat untuk mati, iaitu sabar walaupun hal itu menyebabkan kematian, bukan yang menjadi tujuan kematian itu sendiri. Begitu pula bai’at untuk berjihad, ertinya adalah bersabar dalam berjihad.” (Syarhun Nawawi ‘ala Shohih Muslim XIII/2,6 lihat pula Hawasyi Tuhfatil Muhtaj ‘alal Minhaj IX/ 239)
7. Bendera
Dalam Shohih Bukhori disebutkan, dari Abu Hazim beliau berkata:” Sahl bin Sa’ad bercerita kepadaku bahawasanya Rosululloh bersabda pada perang Khoibar:
“Besok akan kuberikan bendera kepada orang yang Allah berikan kemenangan melalui tangannya lantaran cinta Allah da Rosul-Nya.” Abu Hazim berkata:”Lalu pada malam itu orang-orang membincangkan siapa kiranya yang akan diberikan bendera itu.” Lalu Rosululloh bersabda:”Mana Ali bin Abi Tholib?” Maka dijawab:”Wahai Rosululloh, dia sakit matanya.” Maka beliau bersabda:”Panggilah dia!” Maka setelah didatangkan, beliau meludahi kedua matanya dan mendoakannya, maka sembuhlah dia sampai seakan-akan belum kena sakit, lalu benderapun diberikan kepadanya.
Lalu Ali berkata:” Wahai Rosulullah, apakah kuperangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita?” Beliau menjawab:”Janganlah tergesa-gesa, jika engkau sampai ke perkampungan mereka, ajaklah mereka masuk Islam. Lalu beritahukan kepada mereka tentang hak Allah atas mereka yang harus dilaksanakan. Demi Allah jika Allah membirikan hidayah kepada seseorang lantaran engkau, hal itu lebih baik dari pada unta merah.” (Al-Bukhori no. 4210 dan Muslim IV/1871)
Al-Hafidz berkata:”Hadits-hadits ini menunjukkan atas sunnahnya membawa bendera dalam peperangan dan bahawasanya bendera itu dipegang oleh pemimpin atau orang yang ditunjuk olehnya ketika peperangan. (Fathul Bari VI/129)
Dalam hadits Anas disebutkan:”Bendera diambil oleh Zaid bin Haritsah lalu ia terkena kemudian diambil Ja’far lalu ia terkena …….. (Fathul Bari VI/129)
8. Membentuk barisan
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam keadaan berbaris, seolah-olah meereka bangunan yang kokoh.” (Ash-Shof: 4)
Dari Hamzah bin Abi Usaid beliau berkata dari bapanya bahawasanya ketika kami membentuk barisan untuk menghadapi pasukan Quraisy dan mereka membentuk barisan untuk menghadaoi kami, Rosululloh bersabda: “Jika mereka mendekat maka panahlah!” (Al-Bukhori VI/68 dalam kitab Jihad bab At-Tahridl ‘alar Romyi)
Abu Ishaq berkata:”Aku mendengar Al-Barro’ bin ‘Azib berkata:”Pada saat perang Uhud, Nabi saw. Menjadikan Abdulloh bin Jubair sebagai pemimpin sebuah pasukan pejalan kaki yang berjumlah lima puluh orang, lalu beliau bersabda:”Jika kalian melihat kami telah mundur kalah, tetaplah kalian di tempat kalian sampai kukirim utusan kepada kalian dan jika kalian melihat kami menang dan mengalahkan musuh, tetaplah kalian di tempat kalian sampai kukirim utusan kepada k…………(Diriwayatkan Al-Bukhori VI/113,114 dalam kitab Jihad bab maa yukrohu minat tanazu’ wal ikhtilaf fil harb, dalam kitab Al-Maghozi bab fadli man syahida badron dan bab ghozwatu Uhud dan bab idz tush’idun walaa talwuuna ‘alaa ahadin dan dalam kitab tafsir surat Ali ‘Imron bab ayat: war rosuulu yad’ulum fii ukhrokum)
9. Syi’ar
Dalam hadits yang diriwayatkan Al-Muhallab bin Abi Shufroh ra. Dari orang yang mendengar dari Nabi saw., bahawasanya beliau berkata:
“Jika musuh menyergap pada malam hari maka katakanlah haa miim laayunshorun!”(Jami’ul Ushul II/573 no. 1053, At-Tirmidzi no. 1682 dalam kitabul Jihad bab maa jaa’a fisy syi’ar dan isnadnya hasan, Abu dawud no. 2597, Ahmad IV/65,V/377 dan dishohihkan oleh Al-Hakim II/107 Dan Ibnu Katsir menyebutkannya dalam tafsir beliau IV/69 dari Abu Dawud dan At-Turmudzi dan beliau berkata:”Hadits ini sanadnya shohih.”)
Wallahu alam.

https://belajardeteksi.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar