Jumat, 01 Maret 2013

KEGAGALAN ERA REFORMASI DI INDONESIA


KEGAGALAN ERA REFORMASI DI INDONESIA

Reformasi berjalan begitu saja, hampir 14 tahun telah dilalui, 4 presiden pun pernah memimpin negeri ini setelah reformasi 1998, habibie, gusdur, megawati, dan SBY, namun belum terlihat ada tanda-tanda kemajuan yang signifikan. Kran yang telah terbuka tak mapu lagi menahan debet gerak arus gelombang massa, dan sistem politik dan ekonomi negeri ini semua terjun bebas, dan hanya meninggalkan riak kecil yang menyayat dan memilukan setiap menusia yang masih memiliki nurani dinegeri ini.
Kebebasan untuk berbicara dan berserikat telah memunculkan berbagai macam perserikatan / perkumpulan. Dari berbagai macam profesi rakyat negeri ini, dikalangan terpelajarpun tak mau ketinggalan, ibarat hewan bersel satu, yang kemudian memisahkan diri untuk menjadi species baru, atau ibarat jamur dimusim hujan. Tumbuhlah organisasi dimana-mana, dari yang bersifat ideologis, pragmatis hingga yang tidak jelas arah tujuannya. Masyarakat kita sedang mengalami masa pembelajaran dari hidup komunal secara tradisional kearah kehidupan supra modern diabad kontemporer yang semua serba cepat dan selalu mengalami gerak percepatan yang luar biasa.
Gaya hidup komunal tradisional terus bergeser, dari yang sifatnya kesukuan, ras dan seagama/ keyakinan, kini harus bercampur baur, yaitu peradaban kontemporer yang serasa belum memiliki jenis kelamin jelas dan pondasi yang kokoh.
Dan apakah kemudian masyarakat indonesia ini akan tenggelam di era reformasi ini? Atau akan survive menjadi pemimpin untuk semua bangsa didunia? Apakah kita akan terserat arus yang lebih besar, atau Cuma menjadi sekrup-sekrup kecil yang menopang kebohongan-kebohongan dan konspirasi besar kaum kapitalisme liberal, zionis terkutuk dimuka bumi ini!

Ketimpangan dimensi kehidupan

Bangsa yang belajar untuk menjadi bangsa yang besar dan super power tidaklah mudah, jatuh bangun dan ibarat pohon yang semakin tinggi dan hembusan anginpun semakin kencang mernerpanya. Bagimana ia menyimpan cadangan makanannya, bagaimana ia mampu beradaptasi dengan cuaca ekstrim atau musim yang kadang membuatnya meranggas, mengeringkannya atau bahkan menghancurkannya.
 Dimensi kehidupan di era reformasi sangatlah kompleks, indonesia terasa tergopoh-gopoh mengikuti gelombang arus besar dunia. Sedangkan tatanan masyarakat belum disiapkan untuk hidup di era kompetisi dan persaingan yang tidak wajar dan mengindahkan nilai-nilai moralitas kemanusiaan.
Era reformasi telah melahirkan ratusan partai ratusan partai yang kemudian terus terseleksi alam dengan sisitem yang telah dibuat oleh anggota legislatif, hingga tinggal 10 partai. Dan kelihatanya akan terus bermunculan lagi, baik yang berorientasi ideologis, pragmatis maupun yang hanya berorientasi pragmatis belaka. Partai adalah perkumpulan yang tak mengenal hirarki, suku, kultur, ras, dan bahkan agama. Didalamnya hanya tersusun kepentingan – kepentingan suatu kelompok dominan, maupun kelompok minoritas yang yang progresif radikal sehingga mampu mewarnai dan menghegemoni seluruh aktivitas gerak kepartaian. Masalah politik adalah urusan kepentingan, yang didalamnya  dipenuhi dengan strategi taktis dan intrik-intrik yang kadang menghalalkan segala cara dan penuh kebohongan. Suatu konspirasi yang kemudian menimbulkan efek kesengsaraan sistemik dalam masyarakat indonesia. Masyarakat kita ini dipaksa untuk memeras keringat dan tenaganya untuk mendapatkan pecahan rupiah yang hanya dapat untuk membeli makan dan minum yang tak pernah memuaskan dahaga kemiskinan rakyat indonesia.
Inilah sistem politik dan sistem ekonomi negeri ini, sistem yang menjaga bagi sikaya untuk terus menjadi kaya dan bagi si miskin untuk terus menjadi miskin, sehingga manusia miskin tak berharga sama sekali, ibarat hewan bodoh yang hanya jadi sampah negeri ini. Sungguh suatau ketimpangan dan kedzaliman yang nyata.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar