Sabtu, 10 Juni 2017

Persoalan Timur Tengah oleh Mang Andi Hakim

Aliansi di Timur Tengah

Ada beberapa hal menarik yang dapat dicatat untuk memproyeksikan Timur Tengah ke depan.

0/1
Pertama, pemilihan umum dan presiden di Iran (19/05) yang kembali memenangkan Hasan Rouhani, doktor filsafat hukum dari Glasgow University. Rouhani mengalahkan kandidat kuat dari kelompok ulama tradisional Ibrahim Raeisi.

Kemenangan Rouhani meskipun tidak secara langsung berkaitan dengan pemilu di tempat lain seperti Prancis dan Italia. Hal tadi menunjukkan jika topik kampanye kelompok konservatif, tradisionil dan ultra-nasionalis sepertinya mengalami masa surut.

Debut kedua Rouhani ini tentu tidak terlalu disukai aliansi Barat dan Arab Teluk. Mengingat Rouhani adalah salah satu pakar diplomasi luar negeri Iran yang lebih memilih jalur-jalur diplomatis ketimbang jargon seperti pendahulunya Ahmad Dinejaad.

Rouhani memenangkan diplomasi Nuklir Iran dengan Barat (JPOAC) setelah sebelumnya ia pernah memenangkan diplomasi Nuklir Iran E3. Ia juga sukses menjadikan Iran permain penting di kawasan teluk dengan keterlibatannya menjadi mediator perdamaian sekaligus penasehat militer dalam perang Suriah dan Irak melawan ISIS.

2.0
Kedua, tiga petemuan konsekutif AS-Arab-Islam yang juga dihadiri Jokowi dari Indonesia.

Dalam pertemuan puncak Islam (Islamic Summit) yang digagas AS dan Saudi Arabia ini, Donald Trump menyampaikan pernyataan bahwa dunia Islam bukan musuh Barat.

Di forum Arab masih dalam kegiatan Islamic Summit, Trump mengatakan jika Hizbullah Lebanon, Hammas Palestina, dan Iran adalah pendukung terorisme

Sementara dalam kegiatan AS-Saudi Arabia dimana Raja Salman menghadiahi Trump kapal yach, mahkota berlian, pedang, patung, dan plakat dari emas murni senilai 1,2 milyar US-Dollar. Kerjasaan Saudi juga memberikan nama jalan utama di Riyadh dengan nama Trump.

Yang cukup menjadi pemberitaan adalah Raja Salman menandatangani pembelian senilai 130 Miliar US Dollar persenjataan kepada pemerintah AS. AS adalah produsen senjata terbesar di dunia dan pembelian dengan nilai bombastis sudah tentu Saudi beresiko memainkan kembali politik doubel security dillema dengan mengorbankan pendapatannya dari sektor migas.

Doubel security dillemas sendiri adalah satu kondisi zero sum games, dimana untuk meningkatkan keamanan maka suatu negara mengorbankan pendapatnnya, Namun keamanan yang dimaksud belum bentu dicapai, karena pihak lawan (dalam hal ini Iran) akan meningkatkan juga anggaran keamanannya.

Berkaca pada opsi yang dipilih Rouhani yang pandai berdiplomasi sepertinya Iran tidak akan mengubah banyak politik luar negerinya. Mereka kemungkinan besar tidak akan tertarik memainkan isu keamanan ganda dengan berlomba-lomba memperkuat arsenalnya melawan Saudi. Melihat dengan begitu mudahnya sepuluh kota perbatasan Saudi yang dikontrol milisi Houthi dari Yaman menunjukkan jika "the man behind the gun" jauh lebih penting daripada persenjataan canggih itu sendiri.

3.0
Ketiga, koalisi Suriah-Irak dalam perang teror kini melibatkan kelompok Kurdi di utara di arahkan untuk mengamankan wilayah perbatasan negara. Operasi anti teror kedua negara menunjukkan beberapa indikasi penting;

Suriah dan Irak secara praktis telah menerapkan kerjasama anti teror yang efektif. Aksis anti teror yang didukung infrastruktur intelejen Iran dan serangan udara Rusia terbukti jauh lebih efektif daripada kampanye yang dilakukan AS dengan koalisi Barat dan Arab Teluk.

Operasi intensif yang dilakukan kedua pemerintahan secara bersamaan untuk menekan kelompok milisi bersenjata afiliasi Al Qaeda dan ISIS dengan menguasai perbatasan merupakan jawaban dari politik border safe zone Suriah-Irak-Jordan yang disampaikan menteri Luar Negeri Saudi Arab kepada Trump dalam pertemuan Islamic Summit.

Suriah dan Irak menolak usulan keberadaan border safe zone dari AS dan Saudi. Langkah ini   meniadakan buffer zone bagi Jordan di selatan dan Turki di Utara untuk dapat terus memasok logistik dan menyelundupkan milisi bersenjata ke konflik Suriah dan Irak.

Kesimpulan

1. Saudi berusaha menarik simpati negara Islam untuk melanjutkan perang mengatasnamakan anti teror di Suriah, Irak dan Yaman.

2. Aksis perlawanan anti teror Suriah-Irak-Iran-Rusia-Hezbullah (milisi syiah lebanon) dan Mobilisasi Popular Irak (komponen milisi syiah Irak) telah menjadi sebuah aksis dari kelompok perlawanan.

3. Iran akan terus memainkan politik diplomasi dan menghindari konfrontasi dengan Saudi.

4.Saudi menempatkan dirinya semakin beresiko secara ekonomi dengan kampanye perang dan harga minyak yang semakin terpukul.

5. Ongkos umroh dan haji mesti naik. Saudi membutuhkan devisa non migas untuk menutupi defisit dari politik ekonominya yang boros.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar