MENGAPA TRUMP MENANG?
Pertanyaan itu tentu muncul ketika kita menyaksikan penghitungan suara Pilpres AS hari ini. Trump saat ini sudah mengamankan 276 electoral votes (data terakhir pukul 14.37 WIB). Hanya perlu 270 electoral votes untuk memenangkan Pilpres. Mayoritas orang meyakini bahwa Hillary akan menang. Sebab, kebanyakan hasil survei yang dilakukan sebelum Pilpres AS digelar menyatakan bahwa Hillary akan unggul.
Sebagai alumnus program Kajian Amerika Universitas Indonesia, saya merasa memiliki kewajiban untuk membantu pemerintah dan masyarakat Indonesia memprediksi hasil Pilpres AS tahun 2016.
Sejak 40 hari yang lalu saya sudah memprediksi kemenangan Trump. Saya membuat tulisan berjudul "Menebak Hasil Pilpres AS 2016" dan mengirimkannya ke desk opini Kompas pada tanggal 30 September 2016. Namun, pada tanggal 3 November 2016, desk opini Kompas mengirimkan kembali tulisan itu kepada saya dan menyatakan bahwa tulisan saya tidak dapat dimuat di harian Kompas.
Tulisan itu kemudian tidak saya kirimkan ke surat kabar lain. Hari ini saya memilih jalur media sosial untuk menyebarkannya. Saya tidak mengubah sedikitpun tulisan yang saya buat. Tulisan itu sama persis dengan 40 hari lalu ketika saya pertama menulisnya.
Kalau berkenan, mohon bantu sebarkan tulisan ini. Mudah-mudahan bisa menjawab pertanyaan sebagian besar orang hari ini, "Mengapa Trump Menang?"
Berikut ini saya lampirkan isi tulisan saya itu:
MENEBAK HASIL PILPRES AS 2016
Menebak hasil Pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2016 bukan pekerjaan mudah, sebab kontestasi politik selalu mengandung banyak kemungkinan dan berbagai macam pengecualian, tapi kita juga perlu ingat, menebak hasil Pilpres AS itu bukan hal mustahil, faktanya banyak orang telah berhasil melakukannya.
Prediksi Jangka Panjang
Jauh sebelum debat pertama Pilpres AS dimulai, seorang profesor ilmu politik dari Universitas Stony Brook, Helmut Norpoth telah memprediksi hasil Pilpres yang akan digelar 8 November nanti. Ia mendasarkan prediksi jangka panjang tersebut pada apa yang disebutnya sebagai the primary model.
Model yang ditawarkan Norpoth ini menyajikan perkiraan jangka panjang hasil pemilu berdasarkan sejarah Pilpes AS, ditambah performa kandidat dalam pemilihan pendahuluan awal. Secara khusus, model ini menggunakan suara dari dua Pilpres AS terakhir (2008 dan 2012) serta jumlah dukungan calon dalam pemilihan pendahuluan sebagai variabel prediktor dalam model regresi linear, yang telah diperkirakan berdasarkan data dari semua pemilihan presiden sejak tahun 1912.
Sejak diperkenalkan pada tahun 1996, model ini dengan beberapa modifikasi telah berhasil meramalkan hasil Pilpres AS sebanyak 5 kali. Dengan menggunakan model tersebut Helmut Norpoth meyakini bahwa Donald Trump akan menang dalam Pilpres AS tahun ini dengan suara 52,5 persen, berbanding dengan Hillary Clinton 47,5 persen.
Prediksi Jangka Pendek
Namun, prediksi jangka panjang yang dilakukan oleh Norpoth di atas, bertentangan dengan prediksi jangka pendek (sementara) dari berbagai lembaga survei. Harian Kompas (28/9/2016) di halaman 8, menyajikan data jajak pendapat rata-rata beberapa “popular vote” dalam persen: per tanggal 26 September 2016, Hillary Clinton masih unggul dengan angka 47,33 persen, dan Donald Trump menempel ketat dengan angka 46 persen.
Akan tetapi, dalam data yang sama, ada hal yang menarik untuk diperhatikan lebih lanjut. Pada bulan Juli tahun lalu, Trump hanya mendapat 33,7 persen, sedangkan Hillary 53,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa selama 14 bulan terakhir ini, trend dukungan terhadap Trump di jajak pendapat justru meningkat, berbanding terbalik dengan yang terjadi pada Hillary.
Dari kecenderungan trend yang berubah dalam jajak pendapat jangka pendek ini, kemungkinan besar hasil jajak pendapat di bulan November nanti akan sama dengan prediksi jangka panjang yang dilakukan oleh Norpoth. Mengapa bisa demikian? Sebab, pengalaman menunjukkan, dalam dua Pilpres AS terakhir ini, hasil prediksi jangka pendek tidak bertentangan dengan hasil prediksi jangka panjang.
Nate Silver dari fivethirtyeight.com, salah satu tokoh yang masyhur dengan prediksi jangka pendek, memprediksi dengan tepat dua hasil Pilpres terakhir. Silver memprediksi Obama akan mengalahkan McCain pada Pilpres tahun 2008. Selanjutnya, di Tahun 2012, Silver juga memprediksi Obama akan unggul dibanding Romney. Prediksi Nate Silver dan hasil pemungutan suara dalam kedua pemilihan itu tidak berbeda jauh. Begitu pula dengan prediksi jangka panjang yang dilakukan oleh Norpoth. Bedanya, Norpoth selalu melakukan prediksi di bulan Januari-Maret dan konsisten dengan prediksinya, sedangkan Nate Silver mulai memprediksi hasil pada bulan Juni dan selalu memperbaharui prediksinya setiap saat, hingga hari pemilihan tiba di bulan November.
RUU JASTA dan Sinyal Kemenangan Trump
Selain Nate Silver dan Helmut Norpoth, ada pula Allan Lichtman yang mengembangkan sistem 13 kunci menuju Gedung Putih sejak 30 tahun silam. Lichtman memprediksi bahwa Trump akan unggul dalam Pilpres AS tahun 2016. Hal itu tidak didasarkan pada hasil jajak pendapat, pergeseran demografis maupun opini pribadinya. Sistem 13 kunci merupakan serangkaian variabel yang bisa menunjukkan apakah kepresidenan akan berganti partai atau tidak. Menurut Lichtman, Pilpres Amerika pada dasarnya merupakan putusan atas performa partai yang saat ini menduduki Gedung Putih. Maka dari pendapat ini, baik debat maupun kampanye tidak akan berpengaruh signifikan terhadap hasil Pilpres.
Menariknya, beberapa hari lalu, Kongres AS melalui voting menolak veto Presiden Obama dalam Rancangan Undang-Undang Keadilan Melawan Pendukung Terorisme (Justice Against Sponsors of Terrorism Act/JASTA). Hal ini berarti, Kongres AS menyetujui RUU JASTA yang memungkinkan tuntutan sebagai hukuman bagi negara yang mendukung terorisme di wilayah AS seperti Arab Saudi dalam kasus 9/11. Keputusan Kongres AS dalam RUU JASTA ini, nampaknya bisa memverifikasi prediksi dari Lichtman, bahwa performa partai berkuasa saat ini tidak memuaskan banyak pihak dan orang-orang mulai menginginkan perubahan.
Unggulnya Trump dalam prediksi Norpoth dan Lichtman, mesti kita jadikan bekal untuk memperkirakan hasil Pilpres AS pada tanggal 8 November nanti, sebab dengan begitu, sebagai negara yang punya banyak kaitan dengan AS, kita bisa menyiapkan diri, menghadapi pergantian kekuasaan di Amerika beserta perubahan-perubahan kebijakan yang muncul setelahnya.
AZWAR ASWIN
Amerikanis. Alumnus Program S-2 Kajian Wilayah Amerika, Universitas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar