Memoar Siti Fadilah di Rutan Pondok Bambu
Oleh: dr. Ni Nyoman Indira*
JAKARTA- “Nomor urut 65-70!” Teriak petugas RUTAN dari pintu masuk. Saya beserta rombongan langsung bersiap masuk dan mengantri untuk mendapatkan giliran di periksa. Hari ini hari Kamis, hari dimana keluarga menjenguk sanak saudaranya yang berada di dalam. Hari dimana saya dan kerabat-kerabat saya yang lain pun menjenguk ibu ideologis kami.
Hari itu terlihat ramai seperti biasanya. Dari kejauhan tampak ibu kami sudah duduk sambil tersenyum menyambut kami dari kejauhan. Saya tepat duduk disampingnya dan beliau langsung berkata “Eh aku nulis surat loh buat kamu.. Nanti dibaca ya!” Begitu pesannya.
Saya menerimanya dengan sangat antusias sambil tersenyum penasaran apa isinya. Di dalam hati saya berkata, “Permata di dalam lumpur sekalipun akan tetap menjadi permata..”
Begitulah ibu kami, walaupun menjadi korban politik dan harus menjalani masa tahanan, beliau tetap memberikan manfaat untuk sekitarnya dan tetap menjalankan hobinya, menulis.
Selesai menjenguk beliau, aku pun langsung membaca isinya pelan-pelan..
Dear Indi,
Ibu sekarang di ruangan bersama dua orang yang lain. Lumayan, tidak banyak orang dalam satu kamar.
Ibu masih melayang-layang, memikirkan hari demi-hari. Ibu masih berfikir apa kehendak Tuhan, ibu berada disini.
Tampaknya adaptasi fisik bukanlah masalah yang sulit untuk ibu. Bahkan ibadah ibu semakin terjaga. Ibu ingat bila diluar sana, alangkah banyak waktu yang sia-sia dalam ibadah. Keduniawian memang menyilaukan. Seolah-olah kita akan hidup seribu tahun padahal sewaktu-waktu kita bisa meninggalkannya begitu saja.
Ibu belajar banyak hal disini.
Dunia seperti berhenti, dan ibu pun harus ikut berhenti, tidak ada yang bergerak. Daunpun tidak bergoyang karena angin juga berhenti. Hanya nafas yang masih terus hadir di antara detak jantung yang tidak pernah berhenti.
Ibu masih hidup, Indi..
Aah, bahkan irama jantung ibu tidak teratur. Memang sebelumnya ibu sudah lama memiliki riwayat Atrial Fibrilasi, yang tadinya bersifatparoxysmal, tetapi menjadi permanen di dua tahun terakhir.
Indi..
Hari ini, satu bulan penuh ibu ada di Pondok Bambu, suatu pengalaman yang sangat luar biasa.
Ibu membayangkan Bung Karno yang pernah diasingkan di Bengkulu. Ibu juga membayangkan Pak Hatta yang diasingkan di Papua. Memang menyakitkan. Tetapi mereka lebih beruntung karena mereka adalah tahanan politik yang berjuang untuk bangsanya. Sedangkan ibu, dikriminalisasikan seperti sekarang ini.
Kadang ibu tidak percaya bahwa keadilan di negeri ini bisa dipermainkan seperti ini. Ibu juga tidak percaya bahwa hukum di negeri ini bisa diperjualbelikan seperti jual beli barang rongsokan. Sangat memalukan.
Ibu sedih mengalami hal ini, tetapi lebih sedih lagi melihat kehancuran politik negeri kita sekarang ini. Ibu masih mengikuti beritanya di televisi.
What’s wrong dengan bangsa kita Indi?
Demikian berharganya uang melebihi harga diri dan martabat sebagai manusia? Apakah betul untuk memiliki semuanya harus berkuasa? Dan untuk berkuasa harus punya uang dan untuk mendapatkan uang harus menghalalkan berbagai cara?
Oh Indi..
Kata Qur’an, manusia adalah khalifah, at least bagi dirinya sendiri.
Tapi kita melihat bukan, banyak manusia yang sebenarnya hanya seekor domba. Lihatlah dia, harus dituntun kesana kemari demi kepentingan tuannya, dan hanya karena seonggok rumput kering, domba itu melakukannya!! Itulah komprador Indi..
Kamu jangan seperti mereka. Lihatlah saja dan jangan ikuti mereka..
Indi..
Konon diluar sana sedang terjadi puting beliung politik. Semua ingin menjadi penguasa tetapi tidak seorang yang ingin menjadi pemimpin. Seolah-olah tidak ada yang lebih mulia daripada menguasai negeri ini meski tanpa hati.
Bayaran untuk menjadi penguasa itu mahal sekali, Indi..Karena mereka harus menginjak rakyat yang semestinya dilindunginya. Belum lagi membayangkan neraka jahanamtelah menantinya kelak di akhirat nanti..
Mengerikan sekali..
Oh Tuhan, kirimkanlah pemimpin yang Engkau rahmati dan Engkau berkahi untuk negeri ini, sehingga bisa menjadi pemimpin yang rahmatan lil alaamiin, sehingga rakyat kecil tidak lagi lapar, sehingga rakyat kecil tidak bingung lagi. Mereka ingin hidup yang bermartabat, bukan hidup tanpa martabat, hanya saja sistem yang ada memaksa mereka untuk meninggalkan martabat mereka sebagai manusia.
Oh, tentang rakyat kecil Indi..
Ibu di dalam sini mendengar suatu pelajaran yang berharga. Pengalaman ibu satu minggu di ruang karantina sangat luar biasa.
Ibu baru sadar bahwa ada lapisan masyarakat yang sangat tersiksa di negeri ini.
Kita sudah merdeka 70 tahun Indi, tetapi cita-cita kemerdekaan ini hanya menjadi angan-angan bangsa kita. Alangkah banyaknya rakyat yang tidak merdeka dan jauh dari cita-cita kemerdekaan kita.
Indi..
Terpatri mereka di hati ibu..
Seorang perempuan, Desy namanya, mencuri handphone karena ibu nya sakit. Dia tertangkap warga dan di serahkan ke polsek dan dikirim ke Pondok Bambu tanpa tahun kapan diurus perkaranya.
Lain lagi cerita Fanny yang ditangkap polisi karena calon suaminya mencuri uang 600ribu di pasar.
Oh Indi..
Neneng, seorang perempuan usia 30 tahun, dia dihukum karena dia hutang dengan tetangganya ketika melahirkan melalui operasi Caesar. Saat itu dia butuh 10 juta.
Namun bunga hutangnya terus bertambah hingga menjadi 17 juta.Dia sudah cicil 2,7 juta dan dia sudah berjanji untuk mencicilnya. Sayang, ketika si bayi berumur 11 bulan, tiba-tiba dia diundang oleh tetangganya itu dan lanagsung dibawa ke polsek tanpa basa-basi. Dua minggu kemudian dia dipindahkan ke Pondok Bambu.
Ibu melihat bajunya basah di bagian dadanya karena air susunya yang masih terus mengalir. Dia bercerita bahwa iatidak tahu lagi bagaimana nasib bayinya, diberi minuman apakah bayinya. Air matanya mengalir deras seolah berlomba dengan tetesan ASI nya.
Hati ibu menangis Indi. Dulu, ketika ibu masih menjadi Menteri Kesehatan, ibu menggratiskan orang-orang seperti Neneng dan orang-orang tidak mampu lainnya bila melahirkan secara Caesar.
Mereka bukan lah orang jahat, mereka orang miskin. Mereka bukan penipu tapi mereka memang miskin. Mereka miskin karena sistem, mereka miskin dengan terstruktur. Pemerintah belum berhasil memberikan mereka kesejahteraan, bahkan pekerjaan, Indi..
Apakah para elite negeri ini tidak menyadari bahwa nanti di akhirat akan ditanyakan apa yang telah kamu perbuat untuk rakyatmu? Kenapa masih ada rakyat yang kelaparan? Atau masih ada rakyat yang mencuri karena tidak punya uang untuk makan?
Indi, menjadi pemimpin itu tanggung jawabnya berat!!
Oh Indi..
Belum lagi tahanan narkoba. Mereka cantik dan muda, mestinya mereka bisa berkarya di luar sana. Tetapi mereka harus dikurung selama kurang lebih 4 tahun karena pemakai.Biasanya mereka terjebak dan bandarnya tetap selamat..Itulah negara kita, Indi..
Ooh, ada lagi cerita seorang ibu yang cantik. Sebutlah namanya Ibu Cynthia. Dia menangis ketika ada penyuluhan hukum oleh LBH. Matanya sembab. Dia baru sebulan ditahan dan baru seminggu disini. Dia ingin punya pengacara gratis.
Dia bercerita ketika itu anaknya mogok sekolah oleh karena harus membayar iuran ke sekolahnya sebesar 2,9 juta. Ibu nya pun kebetulan terkena stroke dan dikirim ke suatu rumah sakit. Dua-duanya butuh biaya. Maka dia pun mencari hutang kepada temannya yang terlihat kaya.
Dia kesana dan dijanjikan akan diberikan 10 juta bila berhasil mengantar suatu bungkusan ke seseorang. Baru beberapa menit dia berjalan, dia ditangkap polisi dan ternyata bungkusan tersebut isinya 200 INEX. Padahal jika seseorang membawa INEX >3 maka hukumannya akan lebih dari lima tahun penjara.
Bayangkan Ibu Cynthia harus menerima hal itu. Dia akan dihukum seumur hidup bahkan bisa divonis hukuman mati. Bayangkan hanya karena uang 10 juta. Dan dia melakukan hal tersebut untuk menyangkut hal yang sangat mendasar, yakni pendidikan dan kesehatan.
Andaikan negara kita betul-betul bisa menggratiskan pendidikan dan kesehatan, mungkin kesejahteraan rakyat akan meningkat nyata.
Tetapi jangan harap, di mata kapitalis, justru kesehatan dan pendidikan adalah komoditi yang menggiurkan..”
Dua hal yang sangat berlawanan seperti siang dan malam, seperti gelap dan terang..
Maka begitu kamu menaruh hati pada rakyat kecil, maka otomatis kamu menjadi musuh kapitalis. Jika pemimpin berpihak kepada kapitalis berarti ya tidak ada hak bagi rakyatnya untuk hidup sejahtera.
Indi, ibu terlalu jauh melamun.. Yang jelas, ibu melihat ketidak adilan terjadi justru pada lembaga hukum! Hukum yang seharusnya menjadi penjaga keadilan, justru menjadi komoditi dagang bahkan komoditi politik di negeri ini..
Indi,
Dari titik mana nasib bangsa ini bisa diperbaiki?
Ah, Indi.. Ibu lelah menulis. Jam besuk sudah tiba, kau akan datang bukan??
(Ditulis: 24 November 2016)
Sejenak aku menarik nafas dalam. Di sela hembusan nafas, tanganku langsung menghapus air mata yang membasahi pipi.
Hatiku menjerit.
Aku langsung berfikir dan membayangkan nasib para perempuan yang sebenarnya tidak bersalah. Mereka hanya lah korban dari sistem yang ada. Mengapa pemerintah tidak turun dan mencari tahu apakah yang terjadi kepada mereka hingga mereka terpaksa melakukan hal tercela? Mengapa para elite justru diam saja melihat rakyatnya yang tidak jelas nasibnya?
Allahu Robbi, aku pun juga langsung teringat kepada ibu ideologis ku. Ibu ideologis kami yang sampai saat ini belum ditemukan bukti fisik dalam perkaranya. Ibu ideologis kami yang lebih memikirkan nasib rakyat kecil dan negerinya sekalipun dirinya sakit dan mendekam di dalam penjara?Adakah yang yakin sepenuhnya bahwa beliau bersalah?
Keadilan bukan hanya milik para penguasa. Keadilan adalah milik semua orang yang ada di negeri ini. Begitupun dengan mereka dan ibu kami yang menjadi korban politik. Aku pun semakin terpacu dan tak gentar, karena aku yakin bahwa Tuhan Maha Adil..
*Penulis adalah Koordinator Sahabat Siti Fadilah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar