*(Analisa) Kenapa SBY Malah Memprovokasi?*
Melihat nada bicara SBY saat memberi keterangan pers pagi ini, saya melihat adanya kelicikan luar biasa. Sejauh pantauan saya, SBY ini sakit, mengalami post power syndrome akut. Pernyataan SBY justru semakin mengkonfirmasi bahwa kecurigaan banyak orang yang bertanya-tanya mengapa Jokowi hanya mendatangi Prabowo dan mengundang MUI, NU serta Muhammadiyah. Sementara SBY secara otomatis tersudutkan, seperti yang saya bahas sebelumnya. Apa yang dilakukan Jokowi benar-benar strategi memukul semak-semak agar ularnya keluar.
Sekarang coba saya tanya, SBY berbicara soal demonstrasi 4 November kapasitasnya sebagai apa? Sebagai mantan Presiden, ketua umum Demokrat, apa sebagai orang tertuduh?
Sikap SBY yang baper maksimal ini memang bukan hal baru, dulu saat Jokowi blusukan ke Hambalang, SBY mendadak sensi. Kemudian curhat macam-macam, ngalor ngidul, seperti mantan yang tidak terima karena diputus.
Sebagian orang mungkin sedang kasihan atau prihatin dengan SBY yang kini tersudut. Namun saya melihat dari sudut pandang yang lain. SBY telah menjadi provokator yang sangat buruk. Keterangan pers SBY membuat kondisi yang sudah mereda kini malah memanas lagi.
“Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dianggap menistakan agama. Ayo kita kembali ke situ dulu, itu tidak boleh dan dilarang. Kita harus kembali ke sistem hukum dan KUHP. Kalau negara kita tidak mau terbakar oleh amarah penuntut keadilan maka pak Ahok yang harus diproses hukum. Jangan sampai beliau (Ahok) kebal hukum sebab ini bagian dari demokrasi, kita negara demokrasi,” kata SBY.
“Ya Pak Ahok harus juga diproses secara hukum, jangan sampai beliau dianggap kebal hukum. Ingat equality before the law, itu nilai-nilai keadilan,” ingat SBY.
SBY mengingatkan lagi jangan sampai ada rumor Ahok tidak bisa disentuh. “Bayangkan, do not touch Ahok. Nah setelah Pak Ahok diproses hukum semua pihak menghormati. Ibaratnya jangan gaduh. Apakah Pak Ahok bersalah atau tidak diserahkan ke penegak hukum,” katanya lagi.
SBY bukan orang bodoh dalam komunikasi. Dia pasti menyadari betul bahwa setiap kalimat yang diucapkannya memiliki muatan provokasi yang sangat buruk. Sekarang coba kita perhatikan dan pertanyakan, siapa yang menganggap Ahok kebal hukum? SBY. Lalu SBY sendiri yang menyerukan agar jangan ada ada seperti itu. Kan kampret! Sakit! Sudahlah jangan pura-pura bego, kita semua pasti menyadari ini sangat disengaja. Provokatif.
Selanjutnya SBY juga menjelaskan bahwa orang-orang yang datang dari daerah ke Jakarta tidak hanya ingin jalan-jalan, melainkan ada sesuatu yang diprotes dan dituntut.
“Mari kita bertanya apa yang kita hadapi. Di Jakarta dan di wilayah lain ada protes. Itu semua pasti ada sebabnya. Tidak mungkin tidak ada, ribuan rakyat berkumpu untuk hepi-hepi, jalan-jalan sudah lama ga lihat jakarta, misalnya seperti itu. Barang kali merasa yang diprotes itu dan tuntutannya itu tidak didengar. Nah kalau sama sekali tidak didengar, sampai lebaran kuda masih akan ada unjuk rasa.”
Pernyataan ini sangat menarik. Apakah ini menjadi konfirmasi SBY setuju bahwa demo akan terus berlangsung sampai Februari atau sampai Ahok ditangkap? dari mana SBY tau? Jangan-jangan tuduhan SBY lah biang kerok semua ini, atau atas arahan SBY, ternyata memanglah kenyataan.
Jika tuduhan-tuduhan bahwa SBY terlibat dalam aksi demo 4 November itu salah, seharusnya SBY tidak menjadi provokator dengan mendukung demonstrasi atas alasan demokrasi. Sebab NU sudah melarang atribut NU digunakan saat demo. Artinya NU tidak mendukung orang untuk demo. Begitu juga Muhammadiyah, melarang mengatasnamakan organisasi. Sampai Prabowo pun mengatakan, kalau Fadli Zon tetap berdemo, berarti dia turun atas nama pribadi. Lihatlah kondisinya sudah mulai mereda, kemudian SBY menyatakan mendukung demo 300% dan menganggap memang ada yang salah, ada yang dituntut, dan ada yang harus diproses hukum.
Kalau begini kenyataannya, adakah kesimpulan yang lebih masuk akal ketimbang SBY memang menggunakan isu SARA untuk memenangkan anaknya? SBY mendukung demo, mendukung Ahok segera dihukum dan ‘MENGANCAM’ negeri ini akan terbakar kalau proses hukum tidak berjalan.
Padahal kenyataannya proses hukum sedang berjalan. Bohong kalau SBY tidak tau. Tapi kalau benar-benar tidak tau, berarti dia memang tak melakukan apa-apa selama 10 tahun, sebab tak tau apa-apa. Sejauh ini polisi sudah meminta keterangan sembilan orang saksi termasuk penyebar video ke media sosial dan staf gubernur. Polisi juga telah menyambangi Kepulauan Seribu untuk meminta keterangan warga setempat soal video pidato Ahok. Sementara Ahok sendiri sudah meminta pada Bareskrim agar dirinya segera diperiksa. Itulah proses hukum.
Harusnya SBY menjelaskan itu. Bukan malah memprovokasi bahwa Ahok tidak tersentuh hukum, do not touch dan pernyataan setan “Kalau negara kita tidak mau terbakar oleh amarah penuntut keadilan maka pak Ahok yang harus diproses hukum.” Fiuh!
Banyak yang bertanya-tanya pada saya mengapa SBY tidak besikap seperti negarawan atau seperti mantan Presiden yang bijak? Jawaban sederhananya karena memang memiliki sifat kekanak-kanakan. Lihat saja cara SBY menyebut lebaran kuda, sebenarnya dia iri karena tidak diajak berkuda oleh Prabowo. Padahal dirinya masih merasa memiliki kekuatan dan harus diperhitungkan oleh Presiden Jokowi.
Kenapa bukan lebaran monyet atau lebaran sapi lah yang lebih masuk akal? Sebab di alam bawah sadarnya sudah penuh dengan kuda kuda kuda. Sebab Jokowi berkuda dengan Prabowo.
Tapi jawaban yang lebih ilmiah dan berat, karena sepertinya SBY memang ingin agar acara demo ini terus berlangsung meriah. Jangan terlalu cepat berlalu. Minimal sampai Pilgub selesai. Jika diakhiri 4 November, lalu bubar tanpa ada demo lagi, artinya bencana bagi SBY.
Anda harus bisa membayangkan bagaimana rumitnya kehidupan SBY sekarang.
Antasari dibebaskan pada 10 November, 34 proyek pembangkit listrik mangkrak mau dilaporkan ke KPK, dokumen TPF pembunnuhan Munir hilang di tangannya. Semuanya mengarah pada SBY. Sementara anaknya belum jadi Gubernur, belum punya kekuasaan. Kekuatan Demokrat menurun. Apa ndak stress? Bukankah dengan begini tidak perlu menunggu SBY mati dulu untuk mengusut kasus-kasusnya (seperti yang terjadi pada Supersemarnya Soeharto)? Sebab sudah tak punya kekuasaan dan kekuatan.
Tapi ya sudahlah. Sekarang keterangan pers sudah dibuat. Satu Indonesia jadi tau bahwa kualitas seorang SBY cukup titik-titik.
Sebagai Pakar Mantan, saya ingin mengucapkan permintaan maaf kepada para kuda-kuda karena telah disinggung-singgung oleh SBY.
Serta ingin mendukung penetapan 4 November sebagai hari raya Lebaran Kuda menurut Islam versi Cikeas.
BY ALIFURRAH[truncated by WhatsApp]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar