KEMENANGAN TRUMP, KEGADUHAN IBUKOTA DAN REAKSI PRIMITIF KITA
via @SurahmanJie
(Moslem Strategic Analyst)
Ba'da Tahmid & Takbir...
Kenapa Trump begitu terkenal lantas akhirnya secara mengejutkan menang di pilpres Amerika Serikat?
Jangan kaget. Polanya tidak jauh berbeda dengan petahana di Ibukota yang gemar menyulut kehebohan dalam strategi kampanyenya.
Trump tak segan-segan menyindir dan bersikap rasis. Bila omongannya menyakiti orang lain, dia masa bodoh. Trump tidak meminta maaf. Lebih parah lagi dari petahana kan.
Dalam salah satu kampanyenya, Trump akan melarang kaum Muslim masuk ke Amerika. Bagi Trump, Islam sangat benci dengan Amerika. Itulah sebabnya, orang Islam harus disingkirkan dari sana.
Tidak mungkin omongan semacam itu tidak diberitakan. Memang tidak jadi hastag di Twitter. Tidak jadi obrolan orang-orang dan publik internasional. Tapi, Trump terpilih di Amerika.
Ada yang mau menebak kenapa?
Salah satunya, kemungkinan besar karena Trump mendapatkan apa yang calon presiden butuhkan, untuk memenangkan pertandingan: PERHATIAN ! (Search juga artikel "Kontroversi: Jalan Pintas Menarik Perhatian Publik).
Orang-orang benci Trump. Orang-orang cinta Trump. Tapi tak ada satu pun yang mengabaikannya.
Seluruh perhatian itu, baik positif dan negatif, menjelma menjadi arus yang mengagumkan. Jumlah pemirsa debat partai Republik memecahkan rekor, demikian juga aktivitas di ruang Social Media.
Memang, setiap kali Trump tampil di TV, mereka menonton untuk melihat Trump dikalahkan oleh kandidat lain. Mereka mencemooh saat Trump mengatakan hal-hal yang mereka benci. Mereka bertepuk tangan, ketika orang lain membantah Trump dengan cara yang lebih cerdas.
Tapi tanpa para haters sadari, kebencian inilah yang meninggikan rating. Menguatkan brand Trump, membuat ia dibicarakan, saat event berlangsung maupun setelahnya. Haters, dengan kata lain, bersikap sama dengan para Lovers Trump, yang membedakan hanya emosinya. Cerita tentang Trump semakin besar, memproduksi perhatian yang semakin meraksasa.
Para haters terus-menerus mengulang-ulang pola ini, sehingga orang yang mereka benci terus-menerus diiklankan secara gratis.
Mereka rela melakukannya tanpa bayaran, karena bagi mereka ini adalah “tugas mulia”, “berpahala” dan “demi kebaikan bersama.”
Polanya menjadi :
Tolak Trump!!!
Jangan mau memilih Trump!!!
Trump berbahaya!!!
Trump, Trump,
Trump, Trump,
Trump, Trump,
Dimana-mana Trump dibicarakan.
Mereka hanya fokus membuat Trump terkenal, agar orang-orang tidak memilihnya. Tapi, mereka juga tidak mendukung kandidat lain.
Pertanyaannya : Apa iya semua orang pasti tidak akan memilihnya ?
Memang ada variabel lain yang menjadi faktor kemenangan Trump. Tapi dampak dari kontroversi yang diciptakannya tidak bisa dibantah oleh banyak pihak sebagai faktor yang sangat berpengaruh.
Seluruh kontroversi Trump sebagian hanya ada dalam kampanyenya. Tidak semuanya akan direalisasikan. Marak diberitakan, setelah memastikan kemenangannya, agenda menyingkirkan komunitas Muslim dari Amerika seketika dihapus dari deretan program kerja dalam website resmi Trump. Trump memantik isu itu hanya untuk menarik perhatian. Komunitas Muslim tidak akan disingkirkan dari Amerika, karena itu hanya akan menimbulkan kegaduhan yang bisa mengganggu kinerja pemerintahan Trump kelak.
000
BELAJAR DARI NEGERI LAIN: FENOMENA SADIQ KHAN DI TANAH INGGRIS
Masih segar dalam ingatan kita, Sadiq Khan secara fenomenal terpilih sebagai walikota pertama London dari kalangan Muslim.
Apa strateginya?
Pertama, produk program yang ditawarkan konkrit untuk kaum marginal. Sadiq menghindari konfrontasi di jajaran elit, ia memilih bersenandung bersama kaum marginal membicarakan masalah kesejahteraan mereka. Sadiq menghindari topik ideologis.
Kedua, Sadiq berani menempuh jalan penuh kontroversi. Saat politisi Muslim lainnya menolak UU perkawinan sesama jenis, ia mengambil jalan lain: ikut meneken UU tersebut. Publik heboh. Sadiq diserang oleh gerakan anti LGBT bahkan diserang oleh komunitas Muslim sendiri. Ulama Inggris bahkan memfatwa Sadiq sudah kafir. Tapi Sadiq tak bergeming.
Ketiga, Sadiq menjawab tuduhan dari para pesaing sebagai politisi Muslim radikal dengan bukti lain. Saat keberadaannya dituduh bisa mengancam keberlangsungan komunitas Kristen di London, ia jawab dengan merangkul komunitas Kristen marginal, yang notabene berbeda keyakinan dengannya.
Keempat, Sadiq melancarkan strategi "playing victim" dengan piawai. Ia bisa membantah semua tuduhan-tuduhan radikal yang dilayangkan kepadanya. Membuat Sadiq tampil sebagai politisi yang terdzolimi, dicap Muslim radikal, padahal ia berniat untuk memajukan kota London sebagai politisi moderat.
Bukan kah "playing victim" adalah salah satu jurus jitu yang digunakan oleh SBY mengalahkan Megawati pada Pilpres 2004 silam?
SBY sering menyelipkan dalam berbagai pidato kampanye, "Selama saya mengabdi sebagai menteri, saya terdzolimi...bla..bla..." Pidato ini banyak menyentuh hati para ibu-ibu.
Berbeda dengan Megawati yang gemar menyerang SBY sebagai "pembantu yang tidak tahu terimakasih kepada majikan". Serangan ini menimbulkan ketidaknyamanan di kalangan pemilih ibu-ibu. Sebagian besar ibu-ibu menginginkan sosok Megawati yang santun, bukan sosok Megawati yang ganas. Sama seperti Hillary di Amerika yang sibuk nyinyirin Trump sampai lupa mengkampanyekan programnya sendiri.
Mungkin inilah salah satu bentuk aplikasi dari jurus "Berselancar di Atas Terjangan Ombak".
Sebagian publik kita sungguh mudah berempati kepada para pemimpin yang berhasil menggambarkan diri sebagai sosok yang terdzolimi.
Pada kasus pilkada ibukota, calon petahana yang terus menerus diserang berpotensi menggunakan strategi "playing victim".
000
PEMILU ADALAH PERTARUNGAN IDE STRATEGI
Pemilu, bisa diinterpretasikan sederhana sebagai perlombaan mengkampanyekan/memasarkan pasangan calon yang dijagokan kepada para calon pemilih agar mau memilih pasangan tersebut di bilik suara.
Lantas apa yang Anda kampanyekan?
Ibarat sedang memasarkan sebuah produk makanan, Anda hanya sibuk menggosipkan kejelekan produk jualan orang lain. Saking sibuknya membicarakan barang jualan orang lain, Anda lupa memasarkan produk Anda sendiri.
Kemudian calon pembeli bertanya, "Oh dagangan di sebelah jelek ya. Kalau begitu boleh saya lihat barang yang Anda jual kelebihannya apa?"
Glekk... Anda terdiam, tidak bisa menjelaskan kelebihan produk Anda. Karena Anda hanya sibuk membedah produk orang lain. Sampai lupa dengan produk sendiri. Atau bahkan tidak punya produk sama sekali?
Akhirnya, calon pembeli berpindah ke lapak penjual sebelah.
Kontroversi "keseleo lidah" Surat Al Maidah : 51 yang berhasil diciptakan oleh petahana telah menciptakan efek kejut tak terduga bagi para konsultan politik para calon pesaingnya. Saya berani mengatakan bahwa strategi yang telah mereka rancang susun rapi dalam pertarungan di Jakarta sana seketika menjadi kusut sekusut-kusutnya.
Apa, atau mungkin pertanyaan lebih tepatnya: siapa yang membuatnya jadi kusut?
Tidak lain dan tidak bukan adalah para pendukung dan simpatisan calon mereka sendiri yang menyambut "percikan" kontroversi dari petahana dengan luapan emosi yang tak terkontrol.
Berapa banyak warga pemilih yang benci dengan petahana? Banyak !
Berapa banyak warga pemilih yang masih senang dengan petahana? Banyak !
Berapa banyak warga yang belum menetapkan pilihan dukungan? Lebih banyak lagi !
Sekarang Anda sibuk mencerca petahana (yang berarti mengkampanyekan gratis dia), sibuk merongrong pemerintah dan mencela aparat hukum, hingga Anda lupa turun berinteraksi ke lorong-lorong pemukiman warga untuk menawarkan produk dari pasangan jagoan Anda.
Di saat yang sama, para timses petahana sudah bergerilya dalam senyap menyapa warga calon pemilih memasarkan calon petahana, sambil menenteng sembako gratis. Mereka tidak peduli dengan hiruk pikuk para haters dan lovers di jagat maya.
Licik kah? Ini lah pertarungan. Licik beda tipis dengan licin.
Jika Anda masih menganggap pemilu adalah pertarungan , entah murni berlatar agenda keyakinan ideologis atau
muatan politis, bertarunglah dengan strategi. Jangan bermodal luapan emosi belaka.
Kemana hikmah peperangan Badr, Uhud, hingga Khandaq? Bukankah dari medan itu sejarah mengajarkan kita bahwa perjuangan tauhid akan diberi kemenangan Sang Khalik, setelah syarat-syarat kemenangan terpenuhi. Salah satu syaratnya adalah strategi terukur.
Bukan reaksi emosional tanpa batas. Begitu tak terstruktur pola penyikapan umat Muslim terhadap tantangan eksternal. Dalam kalimat lain, Anis Matta merangkumnya sebagai reaksi yang rapuh, melankolik dan cenderung primitif: kecaman, demonstrasi, doa, dan sedikit penggalangan dana. Sering lalai membaca agenda terselubung di balik sebuah kegaduhan.
000
Bahwa aksi damai 4/11 yang lalu berhasil mengejutkan banyak pihak memang iya, kehadiran manusia dari berbagai penjuru yang jumlahnya jutaan itu begitu menghentak, tidak pernah ada demonstrasi dengan massa sebesar itu sebelumnya dan tidak pernah pula umat Muslim bersatu sedemikian rupa sebelumnya. Itu hanya bisa digerakkan oleh spirit sanubari. Pesannya tersampaikan dengan lugas : "Jangan bermain-main dengan aqidah umat Islam".
Tapi cukuplah sampai disitu, terlalu banyak komentar bahkan cercaan dan tuduhan tak berdasar setelahnya malah akan merusak impresi yang sudah dibangun. Lihat contohnya, banyak aktivis Muslim yang sebelumnya murka karena Nusron Wahid tidak menghormati ulama tapi setelah itu seolah lupa dan kini berpindah ikut-ikutan nyinyir terhadap Buya Syafi'i Ma'arif yang merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah, tokoh yang Dien Syamsuddin saja menolak untuk berdebat dengannya sebagai bentuk penghormatan. Bukankah kontradiktif jika Anda kini menyerangnya ?
000
Sudahi larut dalam kegaduhan si penista kitab suci, kembali lah ke laptop pilkada. Urusan hukum si penista sudah ada Tim Hukum GNPF-MUI yang mengurusi. Kembali lah ke lapak pilkada Anda, fokuslah memasarkan produk jualan Anda.
Bagi aktivis kontra Basuki yang berasal dari luar Jakarta, jika Anda ingin membantu rekan se-ghiroh Anda di sana, bantulah mereka dengan ikut memasarkan produk calon selain petahana. Itu lebih baik daripada terus menerus menyoal kontroversi petahana.
Semakin Anda konsisten menyoal kontroversi petahana, semakin Anda menyumbang jalan kekalahan bagi penantang petahana.
000
MUI telah jelas dalam pandangan dan sikap keagamaannya menyatakan bahwa Basuki menista Al Qur'an dan menista ulama penyampai Al Qur'an.
Pada poin lainnya MUI menyatakan perlu mendorong segera pelaksanaan proses hukum.
Pada poin selanjutnya MUI pun menyeru umat agar menahan diri dari bertindak semena-mena, menghormati hukum dan mendorong persatuan kesatuan bangsa.
PROSES HUKUM SEDANG BERLANGSUNG
Jika kita berani dan bangga menggunakan pernyataan sikap MUI sebagai landasan untuk menyerang Basuki, maka kita pun harus bisa adil untuk menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
Kita perlu berani pula bersikap menyerukan persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagaimana seruan MUI di atas. Jadi kita perlu adil. Jangan hanya mengambil dan mendukung sikap MUI yang kita senangi saja.
Dalam spirit penegakan hukum dan keadilan, saya pribadi, mengharapkan si objek kegaduhan ini bisa jadi tersangka. Status tersangka bisa menjadi jalan tengah dari carut marut kegaduhan. Status tersangka bisa mengamankan si objek kegaduhan dari hukum rimba jalanan. Status tersangka pun menjadi tuntutan dari publik yang merasa terlukai. Apalagi memang ada pasal yang potensial dilanggar: pasal 156 junto 156a KUHP.
Polri perlu didorong untuk membuktikan proses hukum berjalan murni.
Polri bisa menangkap Arswendo karena dianggap menista Nabi pakai fatwa MUI.
Polri bisa menangkap Lia Eden yang dianggap menyimpang karena mengaku sebagai Jibril pakai fatwa MUI.
Polri bisa menangkap Musaddeq yang juga dianggap menyimpang karena mengaku sebagai Nabi pakai fatwa MUI.
Polri pun membatalkan izin konser Lady Gaga meski tiket sudah sold out juga pakai fatwa MUI.
Bareskrim Polri terang-terangan meminta fatwa MUI sebagai ahli terkait dugaan penistaan Al Qur'an oleh Basuki.
MUI pun telah menyatakan Basuki menista Al Qur'an. Patut diduga kuat melanggar pasal 156 junto 156a KUHP.
Selayaknya Polri bersikap adil terhadap Basuki, sebagaimana sikap Polri kepada para terpidana lain di atas.
Saatnya kita dorong Polri untuk membuktikan kerja-kerja profesional dan independen. Ini adalah tantangan bagi Polri untuk menciptakan Public Trust.
Mari hormati proses hukum yang berlangsung. Episode berikutnya akan menjadi pertarungan para da'i / ulama, para ahli bahasa, dan para ahli hukum pidana.
Mari kita doakan kebaikan untuk mereka.
Apa pun hasil proses hukum, bagi para lovers dan haters, mari kita hormati keputusan tersebut.
000
INDONESIA BUKAN HANYA JAKARTA
Indonesia terbentang luas di empat mata penjuru angin. Banyak potensi yang tersebar di seantero negeri. Mari anak negeri kita temukan dan olah potensi-potensi itu untuk kebermanfataan terdekat kita.
Mungkin benar, social media telah membuat kita bisa melihat jauh kondisi dan situasi di ujung negeri. Namun sayang, karena terlampau larut dalam kegaduhan di ujung negeri, kita sering luput mendengar jeritan kematian anak negeri di lubang-lubang maut terdekat kita. Kita luput mengawasi potensi praktik korupsi di pemerintahan terdekat kita. Kita luput memantau praktik pungli di instansi terdekat.
Kegaduhan di Jakarta bukan satu-satunya persoalan bangsa & umat.
Tengoklah titik terdekat kita. Sudah kah ada ghirah jihad untuk mereka ?
~ End ~
*Catatan Tambahan:
Jika Anda merasa bahwa status tersangka bisa menggugurkan si petahana sebagai calon gubernur, Anda keliru. Status tersangka tidak otomatis menggugurkan calon dari proses pilkada. Status yang bisa menggugurkan adalah status terpidana yang dikuatkan dengan putusan incraht (putusan tetap). Proses menuju ke sana cukup panjang.
Saat ditetapkan sebagai tersangka saja, yang bersangkutan bisa menempuh upaya hukum Pra Peradilan. Jika tetap diputuskan sebagai tersangka, ia baru kemudian jalani persidangan. Dari status tersangka, menunggu berubah jadi terdakwa, jika terdakwa dijatuhi sanksi pidana oleh hakim dalam pengadilan tingkat pertama pada pengadilan negeri, yang bersangkutan masih bisa upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi, jika masih dikuatkan sebagai terpidana yang bersangkutan masih bisa upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Lebih lanjut tanyakanlah pada pakarnya, ahli Hukum Pidana.
Dalam proses ini saja, jika yang bersangkutan menang Pilkada, mungkin ia sudah selesai dilantik, bahkan sudah mulai menjalankan program kerjanya.
Jika Gubernur terpilih terbukti pidana, ia akan digantikan oleh Wakil Gubernur melalui proses pergantian yang telah diatur oleh UU. Proses ini butuh waktu. Tanyakanlah pada pakarnya, ahli Hukum Tata Negara.
Lantas, bukan kah tugas misi Wakil Gubernur sama saja dengan Gubernurnya?
Lantas, berapa lama waktu yang Anda akan habiskan untuk menanti proses hukum berakhir, sedangkan waktu yang tersisa menuju hari-H pilkada sedemikan dekat ?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar