SBY, Anas Urbaningrum dan Gerakan Mahasiswa
Minggu,
24 Februari 2013 | 11:38
Pada tanggal 14 Februari
2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Negara menerima
delegasi Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PBHMI). Delegasi PBHMI
menghadap SBY dalam rangka mengundang pria asal Pacitan, Jawa Timur, itu untuk
membuka Kongres XXVIII HMI.
PBHMI diterima oleh Presiden dan masuk ke dalam Istana Negara, pada tanggal 14 Februari itu bukan yang pertama. Sejak jaman Presiden Soekarno, Soeharto, hingga SBY, PBHMI sering berinteraksi. Belum lagi pertemuan-pertemuan yang sifatnya tertutup dan seremonial. Kedatangan pengurus biasanya terkait dengan persiapan menjelang kongres yang diselenggarakan tiap 2 tahun itu.
Presiden menerima delegasi PBHMI itu menunjukan sebuah sikap yang terbuka kepada kelompok-kelompok di masyarakat dan untuk menunjukan bahwa Presiden didukung kelompok-kelompok yang besar. Bila kelompok yang besar dekat dengan kekuasaan maka Presiden tidak akan terlalu direpotkan dengan masalah-masalah yang mencoba mengganggu kekuasaannya.
Kedekatan PBHMI dengan kekuasaan di tahun 1997-an membuat adanya kecemburuan dari kelompok mahasiswa lainnya dan menimbulkan kegelisahan bagi banyak aktivis HMI sendiri. Kecemburuan dari organisasi lainnya sebab PBHMI mendapat fasilitas yang lebih dari pemerintah sehingga akses kekuasaan dan dana mudah didapat. Namun bagi aktivis HMI di tingkat cabang dan komisariat hal demikian justru menimbulkan kegundahan sebab hilangnya rasa kritis HMI. Padahal kritis kepada kekuasaan merupakan nilai jual yang tinggi bagi pengurus di tingkat komisariat untuk mengembangkan anggota.
Akibat dekatnya kekuasaan dengan PBHMI maka peran HMI di tahun 1998 tidak seperti di tahun 1965-19666, meski pada tahun 1998 kontribusi aktivis HMI cukup massif namun secara organisatoris tidak semelegenda di tahun 1996.
Kekuasaan mendekati dan membujuk kekuatan-kekuatan yang ada untuk melekat pada dirinya merupakan sebuah strategi untuk menunjukan bahwa dirinya didukung oleh kekuatan itu dan untuk meredam agar kekuatan besar tidak menjadi provokator dan agitator kepada kelompok yang lain untuk bersama-sama menggulingkan kekuasaan yang ada.
SBY menerima PBHMI pada tanggal 14 Februari merupakan salah satu upaya untuk mencari dukungan. Pertemuan yang terbuka untuk wartawan foto dimaksudkan untuk membentuk citra kepada masyarakat bahwa dirinya dekat dengan HMI. SBY menerima pengurus organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane itu secara terbuka karena ia membutuhkan ‘dukungan’ dari HMI. SBY membutuhkan dukungan HMI karena saat itu dirinya sedang melakukan perang terbuka dengan orang yang mempunyai pengaruh yang besar di HMI dan KAHMI, yakni Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Sebelum Anas dijadikan tersangka oleh KPK, harus diakui Anas kuat di Partai Demokrat karena banyak aktivis HMI, entah karena diajak Anas atau pilihan sendiri, menjadi pengurus dan anggota legeslatif dari partai yang berlambang mercy itu. Partai Demokrat ‘faksi’ HMI inilah yang menguasai jaringan di berbagai daerah dan loyal kepada Anas. Sehingga tak heran ketika Anas digulingkan oleh SBY, pengurus daerah yang paling bereaksi. Sekretaris Partai Demokrat Jakarta, Irfan Gani, yang demikian kritisnya terhadap upaya-upaya yang disebutnya tidak konstitusional oleh sengkuni dan SBY dulunya adalah mantan Ketua Umu HMI Cabang Jakarta.
Meski Anas ditetapkan menjadi tersangka itu bukan jaminan pendukung Anas menerima keadaan. Loyalis Anas menunggu waktu yang tepat untuk melakukan serangan balik. Dan serangan balik itu pasti akan ditujukan kepada KPK maupun kepada SBY yang dirasa juga telah mendzolimi Anas.
SBY tahu Anas memiliki dukungan dari faksi HMI dengan jaringan yang kuat, mengakar, dan menjalar sampai ke tingkat yang paling bawah. Untuk itu dirinya mencari dukungan dari HMI dengan menerima PBHMI secara terbuka. SBY mungkin berkata, “Wahail alumni HMI, saya dekat dengan HMI, jadi Aku memperhatikan adik-adikmu.” Dengan pencitraan inilah maka alumni HMI baik yang ada di Partai Demokrat dan di tempat lain yang berang dan mengumpat-ngumpat di media massa dan jaringan media sosial menjadi luluh kepada SBY. Dengan luluhnya alumni HMI inilah maka amarah Faksi HMI di Partai Demokrat akan mereda seiring perjalanan waktu.
Untuk meredam gerakan faksi HMI di Partai Demokrat dan alumni HMI di tempat yang lain sebenarnya juga hendak dilakukan oleh Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Sinyo Harry Sarundajang. Dalam sebuah kesempatan ia mengatakan bahwa sosok Ketua MK Mahfud MD memenuhi kriteria untuk memimpin Partai Demokrat Anas. Sinyo tentunya memilih Mahfud tak sekadar alasan mempunyai integritas, kapasitas serta rekam jejak yang sangat baik dan bersih, namun juga bisa dikarenakan Mahfud Ketua Presidium KAHMI.
Posisi Mahfud MD yang kuat di KAHMI, terbukti saat Munas KAHMI di Pekanbaru, Riau, ia terpilih dengan suara terbanyak, ditambah sosok seperti yang dikatakan Sinyo, tentu Mahfud mampu ‘mencegah’ alumni HMI yang macam-macam. Apalagi saat pelantikan KAHMI, Mahfud sebagai koordinator Presidium KAHMI ‘mendukung’ langkah SBY. Mahfud dalam kesempatan itu mengatakan, tak akan melindungi anggotanya (KAHMI) yang terseret kasus korupsi. Ditegaskan, KAHMI tidak akan pandang bulu. Akan merupakan pengkhianatan kalau KAHMI melindungi orang yang salah. KPK jangan pandang bulu dan jangan ditakuti akan menangkap siapapun, termasuk anggota KAHMI.
Namun keinginan Sinyo itu mungkin sebatas pendapat pribadi dan tak serius. Meski demikian apa yang dilakukan oleh SBY dan pendukungnya di Partai Demokrat menunjukan untuk melawan Anas harus dilakukan dengan mencari dukungan dari organisasi di mana Anas dibesarkan dan mempunyai pengaruh.
Presiden mencari dukungan dari HMI (baca mahasiswa) dilakukan bukan oleh SBY saja. Soeharto dan jenderal AD lainnya di tahun 1966 mencari dukungan dari mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Secara terus terang Soeharto mengatakan agar KAMI dilindungi dari aksi-aksi yang hendak dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa.
Presiden lainnya pun juga demikian. Presiden mencari dukungan mahasiswa dikarenakan mahasiswa merupakan kelompok yang strategis. Ke atas dan ke bawah gerakan mahasiswa sangat kuat. Kuat ke atas karena mahasiswa merupakan kelompok intelektual yang sangup berdialog dengan penguasa. Kuat ke bawah karena mahasiswa mampu menggerakan rekannya dan rakyat untuk menjadi sebuah kekuatan massa yang massif. Terbukti pada tahun 1966 dan 1998 mahasiswa sebagai gerakan pendobrak utama naik dan jatuhnya Presiden. Untuk itu gerakan mahasiswa dalam setiap kesempatan selalu dibutuhkan oleh kekuasaan.
PBHMI diterima oleh Presiden dan masuk ke dalam Istana Negara, pada tanggal 14 Februari itu bukan yang pertama. Sejak jaman Presiden Soekarno, Soeharto, hingga SBY, PBHMI sering berinteraksi. Belum lagi pertemuan-pertemuan yang sifatnya tertutup dan seremonial. Kedatangan pengurus biasanya terkait dengan persiapan menjelang kongres yang diselenggarakan tiap 2 tahun itu.
Presiden menerima delegasi PBHMI itu menunjukan sebuah sikap yang terbuka kepada kelompok-kelompok di masyarakat dan untuk menunjukan bahwa Presiden didukung kelompok-kelompok yang besar. Bila kelompok yang besar dekat dengan kekuasaan maka Presiden tidak akan terlalu direpotkan dengan masalah-masalah yang mencoba mengganggu kekuasaannya.
Kedekatan PBHMI dengan kekuasaan di tahun 1997-an membuat adanya kecemburuan dari kelompok mahasiswa lainnya dan menimbulkan kegelisahan bagi banyak aktivis HMI sendiri. Kecemburuan dari organisasi lainnya sebab PBHMI mendapat fasilitas yang lebih dari pemerintah sehingga akses kekuasaan dan dana mudah didapat. Namun bagi aktivis HMI di tingkat cabang dan komisariat hal demikian justru menimbulkan kegundahan sebab hilangnya rasa kritis HMI. Padahal kritis kepada kekuasaan merupakan nilai jual yang tinggi bagi pengurus di tingkat komisariat untuk mengembangkan anggota.
Akibat dekatnya kekuasaan dengan PBHMI maka peran HMI di tahun 1998 tidak seperti di tahun 1965-19666, meski pada tahun 1998 kontribusi aktivis HMI cukup massif namun secara organisatoris tidak semelegenda di tahun 1996.
Kekuasaan mendekati dan membujuk kekuatan-kekuatan yang ada untuk melekat pada dirinya merupakan sebuah strategi untuk menunjukan bahwa dirinya didukung oleh kekuatan itu dan untuk meredam agar kekuatan besar tidak menjadi provokator dan agitator kepada kelompok yang lain untuk bersama-sama menggulingkan kekuasaan yang ada.
SBY menerima PBHMI pada tanggal 14 Februari merupakan salah satu upaya untuk mencari dukungan. Pertemuan yang terbuka untuk wartawan foto dimaksudkan untuk membentuk citra kepada masyarakat bahwa dirinya dekat dengan HMI. SBY menerima pengurus organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane itu secara terbuka karena ia membutuhkan ‘dukungan’ dari HMI. SBY membutuhkan dukungan HMI karena saat itu dirinya sedang melakukan perang terbuka dengan orang yang mempunyai pengaruh yang besar di HMI dan KAHMI, yakni Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Sebelum Anas dijadikan tersangka oleh KPK, harus diakui Anas kuat di Partai Demokrat karena banyak aktivis HMI, entah karena diajak Anas atau pilihan sendiri, menjadi pengurus dan anggota legeslatif dari partai yang berlambang mercy itu. Partai Demokrat ‘faksi’ HMI inilah yang menguasai jaringan di berbagai daerah dan loyal kepada Anas. Sehingga tak heran ketika Anas digulingkan oleh SBY, pengurus daerah yang paling bereaksi. Sekretaris Partai Demokrat Jakarta, Irfan Gani, yang demikian kritisnya terhadap upaya-upaya yang disebutnya tidak konstitusional oleh sengkuni dan SBY dulunya adalah mantan Ketua Umu HMI Cabang Jakarta.
Meski Anas ditetapkan menjadi tersangka itu bukan jaminan pendukung Anas menerima keadaan. Loyalis Anas menunggu waktu yang tepat untuk melakukan serangan balik. Dan serangan balik itu pasti akan ditujukan kepada KPK maupun kepada SBY yang dirasa juga telah mendzolimi Anas.
SBY tahu Anas memiliki dukungan dari faksi HMI dengan jaringan yang kuat, mengakar, dan menjalar sampai ke tingkat yang paling bawah. Untuk itu dirinya mencari dukungan dari HMI dengan menerima PBHMI secara terbuka. SBY mungkin berkata, “Wahail alumni HMI, saya dekat dengan HMI, jadi Aku memperhatikan adik-adikmu.” Dengan pencitraan inilah maka alumni HMI baik yang ada di Partai Demokrat dan di tempat lain yang berang dan mengumpat-ngumpat di media massa dan jaringan media sosial menjadi luluh kepada SBY. Dengan luluhnya alumni HMI inilah maka amarah Faksi HMI di Partai Demokrat akan mereda seiring perjalanan waktu.
Untuk meredam gerakan faksi HMI di Partai Demokrat dan alumni HMI di tempat yang lain sebenarnya juga hendak dilakukan oleh Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Sinyo Harry Sarundajang. Dalam sebuah kesempatan ia mengatakan bahwa sosok Ketua MK Mahfud MD memenuhi kriteria untuk memimpin Partai Demokrat Anas. Sinyo tentunya memilih Mahfud tak sekadar alasan mempunyai integritas, kapasitas serta rekam jejak yang sangat baik dan bersih, namun juga bisa dikarenakan Mahfud Ketua Presidium KAHMI.
Posisi Mahfud MD yang kuat di KAHMI, terbukti saat Munas KAHMI di Pekanbaru, Riau, ia terpilih dengan suara terbanyak, ditambah sosok seperti yang dikatakan Sinyo, tentu Mahfud mampu ‘mencegah’ alumni HMI yang macam-macam. Apalagi saat pelantikan KAHMI, Mahfud sebagai koordinator Presidium KAHMI ‘mendukung’ langkah SBY. Mahfud dalam kesempatan itu mengatakan, tak akan melindungi anggotanya (KAHMI) yang terseret kasus korupsi. Ditegaskan, KAHMI tidak akan pandang bulu. Akan merupakan pengkhianatan kalau KAHMI melindungi orang yang salah. KPK jangan pandang bulu dan jangan ditakuti akan menangkap siapapun, termasuk anggota KAHMI.
Namun keinginan Sinyo itu mungkin sebatas pendapat pribadi dan tak serius. Meski demikian apa yang dilakukan oleh SBY dan pendukungnya di Partai Demokrat menunjukan untuk melawan Anas harus dilakukan dengan mencari dukungan dari organisasi di mana Anas dibesarkan dan mempunyai pengaruh.
Presiden mencari dukungan dari HMI (baca mahasiswa) dilakukan bukan oleh SBY saja. Soeharto dan jenderal AD lainnya di tahun 1966 mencari dukungan dari mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Secara terus terang Soeharto mengatakan agar KAMI dilindungi dari aksi-aksi yang hendak dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa.
Presiden lainnya pun juga demikian. Presiden mencari dukungan mahasiswa dikarenakan mahasiswa merupakan kelompok yang strategis. Ke atas dan ke bawah gerakan mahasiswa sangat kuat. Kuat ke atas karena mahasiswa merupakan kelompok intelektual yang sangup berdialog dengan penguasa. Kuat ke bawah karena mahasiswa mampu menggerakan rekannya dan rakyat untuk menjadi sebuah kekuatan massa yang massif. Terbukti pada tahun 1966 dan 1998 mahasiswa sebagai gerakan pendobrak utama naik dan jatuhnya Presiden. Untuk itu gerakan mahasiswa dalam setiap kesempatan selalu dibutuhkan oleh kekuasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar