REVITALISASI PERKADERAN HMI
Perjalanan panjang akan terus saya lalui, dari
training ke training, dari forum ke forum. Dari sabang sampai merauke, dari
daerah ke daerah dengan berbagai macam kultur, suku dan permasalahan yang
kompleks di organisasi HMI ini.
Organisasi mahasiswa yang teramat tua dan
gemuk, namun tak berenergi, sehingga ibarat macan tak bertaring dan lemes tak
bergerak. Sedangkan disekelilingnya dipenuhi dengan kepentingan-kepentingan
sesaat kelompok-kelompok pragmatis demi urusan pribadinya.
Secara ideologis telah rapuh, sacara
intelektualitas telah kalah saing dan
diambil oleh orang-orang diluar organnisasi ini, atau bahkan diambil alih oleh
para alumni. Secara profesionalisme cukup jauh tertinggal, hingga apalagi yang
bisa dibanggakan?! Sepertinya saya sebagai master di HMI punya tanggung jawab
besar untuk memberikan solusi alternatif dan kongkrit, strategis dan praksis.
Visi ini harus saya jabarkan dalam bentuk
konsep, saya urai dalam misi-misi kecil untuk menunjang misi besar, sehingga
mampu mencapai visi besar dalam organisasi ini. Dari trianing ke training, dari kelompok diskusi
kecil dan ringan harus ber-orientasi pada satu titik, yaitu pengembangan SDM
dengan percepatan sepuluh kali lipat di organisasi ini. Kader-kader harus
belajar lebih giat dan lebih cepat lagi untuk mengejar ketertinggalan hari ini.
Sistem yang rapuh ini harus dirubah dengan sistem yang baru dan menantang.
Konsep ini nantinya haruslah konsep yang revolusioner, radikal dan istiqomah.
Tentunya, hari ini saya harus memiliki
kelompok-kelompok kecil yang masih komitmen dan loyal, konsis dalam berbagai macam
tantangan, merubah kondisi yang sudah carut marut dan semrawut ini diperlukan
suatu keberanian yang sistemik. Menggeser paradigma dan nilai-nilai lama yang
jelek dan telah jadi kultur di keder-kader HMI selama ini.
Optimisme harus terus dibangun, diperkokoh dan
terus dipupuk menjadi suatu energi dan kekuatan yang besar untuk suatu
perubahan yang besar. Bangkit dari keterpurukan masa lalu ini harus menjadi
kesadaran bersama. Membenahi sistem perkaderan dan khususnya sistem training di
HMI adalah satu pilihan kalo HMI tidak mau tenggelam dan terlindas oleh
sejarah.
HMI pernah menjadi ikon pelopor perubahan di
negeri ini, pemuda yang brilian dan progresif pernah mewarnai perjalanan bangsa
ini. Namun warna itu telah memudar , sehingga membutuhkan kualitas baru yang
berbeda.
Oleh karena itu, HMI harus mampu menjawab
tantangan ini kedepan. Mewarnai kembali bangsa ini dengan ide-ide brilian,
cerdas, progresif, revolusioner dan kreatif. Tanggung jawab sebagai kader HMI
adalah membuat/mengadakan suatu pembaharuan dalam organisasinya dan tanggung
jawab sebagai instruktur adalah mengadakan suatu revolusi perkaderan dan
inovasi-inovasi baru dari setiap jenjang trainingnya.
Sekarang ini tentunya dengan mudahnya
fasilitas pembelajaran yang ada dan mudah untuk didapat seperti; buku,
alat-alat teknologi, fasilitas tempat yang kondusif, hingga internet-pun bisa
diakses dimana-mana. Maka sudah selayaknya
merumuskan konsep yang efisien dan berkualitas, dan sudah seharusnya
kita melangkahkan kaki lebih awal untuk menjadi kelompok yang membawa peradaban
baru diera milenium ke-III.
Banyaknya SDM yang sudah berkualitas dan
memiliki integritas ini sudah selayaknya dijadikan tolak ukur atau
konseptor/instruktur di HMI sesuai kompetensinya. Mari kita merambah dunia
profesionalitas dan dari segala lini kehidupan. Mempermudah sistem koordinasi
dan strukturnya dengan jaringan teknologi. Dan menata manajemen sedemikian
rupa, sehingga organisasi ini ramping, lincah dan dinamis juga produktif.
Dan pada giliranya pembentukan watak dan integritas
pada setiap diri anggota harus dipersiapkan, harus ada quality controle yang
ketat untuk menjaga output perkaderan. Sehingga kita tidak akan kecolongan
lagi, dengan output yang tidak bisa diandalkan.
Membangun jejaring komunikasi yang sehat dan
melatih kader agar bisa mendiri. Agar tidak terjebak pada ketergantungan pada
senioritas harus secepatnya diupayakan dan menjadi prioritas penting. Hal ini
dalam rangka untuk menghilangkan budaya KKN baik diorganisasi maupun secara
umum buat kepentingan bangsa dan negara.
Membangun generasi yang unggul dan berkualitas
tinggi adalah impian yang harus diwujudkan, sehingga kedepan kita (HMI) ini
akan memiliki kader-kader yang unggul dan handal dan siap untuk menciptakan
peradaban yang baru. Kader yang memiliki knowledge, intelectuality,
professionalitas, attitude (akhlaqul karimah), berbudaya/beradab dan hikmah.
Dari semua paparan diatas saya mencoba memberi
gagasan untuk HMI kedepan:
1.
Mengurangi jumlah struktur /
fungsionaris di PBHMI, maksimal 30-50 orang, dibadko antara 20-30 orang,
dicabang antara 15-20 orang, dikorkom dan koms antara 10-15 orang, selebihnya
dimaksimalkan dilembaga-lembaga kekaryaan sesuai dengan potensi dan
profesionalitasnya.
2.
Dengan stratifikasi jenjang
training dan kualitas yang memadai, BPL baik yang dicabang dan di BPL PBHMI
harus diperbanyak dan dialokasikan dana yang maksimal buat perkaderan dan terus
ditingkatkan kualitasnya. Sehingga akan berlomba-lomba secara kualitas menuju
total quality.
3.
Merumuskan kembali pedoman
perkaderan, sistem dan manajemen pengelolaan training, juga follow up dan
upgradingnya. Menyususn kurikulum berbasis Kontemporer, komplek dan global.
4.
Memperbaharui konsep kerangka
nilai-nilai dasar perjuangan dan panduan operasionalnya untuk menjadi
pedoman/landasan gerak/langkah perjuangan kader dimasa yang akan datang. Kader
yang dipersiapkan menjadi kholifah fil ard yang akan membangun peradaban baru.
Membentuk lagi kerangka keseimbangan antara manusia, alam semesta dan sang
penciptanya. Membangun konsep keadilan dan semangat untuk menggali ilmu
pengetahuan yang telah ada dan terus dikembangkan menjadi IPTEK yang ramah
lingkungan dan ramah kemanusiaan, dan tetap menjaga keseimbangan alam sehingga
bisa/mamapu mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridloi Alloh SWT.
5.
Membangun lagi jejaring-jejaring
sosial dalam rangka mewujudkan kemandirian anggota yang akan berefek pada
kemandirian masyarakat berbangsa.
6.
Membuat langkah-langkah strategis
untuk ikut andil dalam melakukan tekanan melalui bergaining politik pada
pemerintah, sehingga mampu mempengaruhi pembuatan kebijakan pemerintah yang pro
masyarakat kecil, sehingga akan melahirkan kesejahteraan sosial bagi masyarakat
indonesia bahkan masyarakat internasional.
Sedangkan pada pedoman perkaderan, saya punya
beberapa gagasan yang lebih intensif dan khusus. Diantaranya:
1.
Membedah ulang konsep pedoman
perkaderan yang ada, dan mengevaluasi hasil dari konsep training selama ini.
2.
Menyederhanakan sistem training
dan memperketat sistemnya dengan quality controle yang berstandart internasional.
3.
Pemakaian multibahasa dan
multiteknologi dalam pentrainingan
4.
Kurikulum harus memiliki standar
internasional, menitik beratkan pada wawasan global.
5.
Menguatkan kembali keterampilan
kader dengan berbagai macam training profesi.
6.
Mempersiapkan instruktur / SDM
yang berkualitas secara nasional dan internasional untuk diterjunkan pada
seluruh training-training di HMI.
7.
Menggunakan sistem belajar 24 jam,
bermuamalah dan beribadah. Sehingga training-training di HMI tidak lagi terasa
gersang dari nilai-nilai keislaman dan praktek-praktek keislaman itu sendiri.
8.
Kajian advokasi, analisis dan
penelitian sudah harus menjadi metode penting dalam training-tarining di HMI.
Terjun mengadvokasi masyarakat dengan kompleksitas permasalahanya. Juga hal-hal
yang terkait dengan teknologi dan peluang berwirausaha.
9.
Kajian-kajian keilmuan harus
berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits, karena kebangkitan Islam ada pada Al-Qur’an
dan Hadits, baru dikembangkan dalam kerangka strategis dan taktis.
10.
Menjadikan budaya lokal (kearifan
lokal) agar menjadi bassis / materi dalam training. Hal ini untuk mengangkat
budaya lokal di indonesia menjadi budaya global, baik philosophy hidup maupun
kreativitas budaya lokal.
11.
Sistem evaluasi training dengan
beberapa pointer diantaranya :
a.
Afektif : kedisiplinan, etika,
kerapian, performance
b.
Kognitif : screening, test, tugas,
aktivitas forum
c.
Psikomotorik : tanggung jawab,
kepemimpinan, sosialisasi, praktik, ibadah
12.
Manajemen pengelolaan training
dengan prosentase sebagai berikut:
LK I: Inbond 70% outbond 30%
LK II : Inbond 50% outbond
50%
LK III: Inbond 30% outbond
70%
Sedangkan prosentase
materinya :
LK I : 70% teori, 30% praktek
LK II : 50 Teori, 50 %
praktek
LK III : 30% Teori, 70 %
praktek
13.
Pemateri untuk LK III adalah
peserta itu sendiri dan nara sumber/tokoh cukup dijadikan sebagai
pembanding/penguji teori dari makalah peserta.
14.
Kurikulumnya harus berbassis
ke-islam-an, ke-HMI-an, keindonesiaan, keterampilan (profesionalitas),
kemandirian, wawasan internasional, wawasan IPTEK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar